Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Omicron Minim, Ini Faktor Lain yang Harus Diantisipasi pada 2022

Center fo Reform on Economics (Core) Indonesia memperkirakan dampak varian Omicron terhadap perekonomian 2022 minim.
Siluet gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Siluet gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Penyebaran varian Omicron yang sudah masuk ke Indonesia diperkirakan memiliki dampak terbatas terhadap perekonomian tahun depan.

Direktur Eksekutif Center fo Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menyebut jika tidak ada lonjakan kasus yang signifikan akibat penyebaran varian baru tersebut, maka dampaknya terhadap prospek perekonomian Indonesia diperkirakan minim.

"Itu tetap mewarnai ketidakpastian di 2022. Kita berharap kalau sepanjang tahun tidak ada lonjakan yang luar biasa, maka pertumbuham bisa 4-5 persen. Nah, kalau ada [lonjakan kasus] luar biasa, itu bisa di bawah 4 persen," jelas Faisal pada Core Media Discussion di Jakarta, Rabu (29/12/2021).

Kendati demikian, Faisal tetap menilai Omicron merupakan faktor ketidakpastian ekonomi tahun depan. Hal ini berkaca dari situasi pada akhir 2020, ketika tidak ada yang memprediksi adanya lonjakan besar yang terjadi pada kuartal III/2021.

Pada periode tersebut, penyebaran varian Delta memicu pembatasan kegiatan ekonomi dan mobilitas masyarakat, sehingga menahan laju pertumbuhan di level 3,51 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Posisi itu lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang mencapai 7,07 persen (yoy).

Faisal justru melihat terdapat risiko lain yang bisa memengaruhi perekonomian 2022. Misalnya, pengetatan kebijakan fiskal dan moneter yang sebelumnya dilonggarkan untuk mendukung pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19.

"Defisit dan belanja juga dikurangi. Lalu, ada pos-pos pajak baru berikut tarifnya," tambah Faisal.

Hal ini diperparah dengan adanya rencana kenaikan harga energi dalam negeri seperti premium, LPG, tarif listrik. Peningkatan harga tersebut, kata Faisal, bisa menggerus daya beli masyarakat dan menahan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini karena konsumsi rumah tangga masih menjadi bagian terbesar dalam kue ekonomi Indonesia.

"Bahkan ada kemungkinan BPJS Kesehatan akan naik [biayanya]," ucap Faisal.

Di sisi lain, Faisal memperkirakan apabila harga energi naik serempak dengan inflasi yang dipicu oleh kebijakan pemerintah, maka besar kemungkinan inflasi bisa naik dua kali lipat.

"Tapi kalau sisi pendapatan tidak naik, ini daya beli turun," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper