Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Raksasa Taksi Online China Didi Global Rugi Rp66,9 Triliun

Pendapatan perusahaan mencapai US$6,6 miliar, turun lebih dari 13 persen dari kuartal II/2021 dan 1,6 persen secara tahunan.
Logo Didi Globals Inc. di kantor pusatnya di HangZhou, China/ Bloomberg.
Logo Didi Globals Inc. di kantor pusatnya di HangZhou, China/ Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA - Penyedia transportasi online terbesar di China Didi Global Inc., membukukan kerugian US$4,7 miliar atau sekitar Rp 66,9 triliun setelah pendapatan menyusut pada kuartal III/2021. Hal ini menyusul rencana delisting penerbitan saham di New York.

Dilansir Bloomberg pada Kamis (30/12/2021), pendapatan perusahaan mencapai US$6,6 miliar, turun lebih dari 13 persen dari kuartal II/2021 dan 1,6 persen secara tahunan.

Gejolak peraturan telah membengkakkan biaya bisnis bagi Didi sehingga pesaingnya, Meituan ikut mengambil ceruk pasarnya. Didi membukukan rugi bersih 30,4 miliar yuan (US$4,77 miliar) pada kuartal III/2021, turun dari laba 665 juta yuan (US$104,4 juta) pada tahun sebelumnya.

Pengeluaran naik 16 persen selama kuartal tersebut setelah Didi dipaksa untuk memenuhi persyaratan baru untuk memberikan kompensasi yang lebih baik kepada drivernya dan meningkatkan tata kelola data.

Seperti diketahui, perusahaan tengah bersiap melakukan delisting dari bursa Nasdaq. Rencananya, penyedia transportasi online ini akan bekerja sama dengan Goldman Sachs Group Inc., CMB International dan CCB International untuk melakukan peralihan ini.

Pengaturan itu tidak melakukan penghimpunan dana, membutuhkan sedikit pemasaran. Investor AS dapat menukar saham mereka dengan saham baru di Hong Kong.

Didi telah memicu kemarahan regulator China setelah IPO-nya di AS. Hal ini membuatnya menjadi target utama Beijing untuk mengendalikan pengaruh perusahaan teknologi. Saham Didi anjlok lebih dari 8 persen di New York.

"Proyeksi pertumbuhan jangka panjang Didi Global Inc., dikaburkan oleh tindakan keras regulator China terhadap penggunaan data konsumennya, karena pembatasan dapat menghambat kemampuannya untuk secara efisien menumbuhkan bisnis mobilitas intinya dan memperkenalkan produk baru," ungkap analis Bloomberg Matthew Kanterman dan Tiffany Tam, Kamis (30/12/2021).

Namun, monopoli pasar transportasi online domestik China senilai US$50 miliar yang diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2025, Didi memiliki fondasi yang kuat untuk pertumbuhan selama Didi dapat menavigasi situasi regulasi.

Mereka menyebut rencana peralihan dari New York ke Hong Kong menggambarkan jalan yang kacau bagi perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper