Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bangun Ibu Kota Negara Hingga Kereta Cepat, Presiden Jokowi Butuh US$441 Miliar Lagi untuk Infrastruktur

Salah satu proyek infrastruktur yang tengah dirancang Presiden Joko Widodo bersama jajarannya adalah pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan.
Pradesain Istana Negara berlambang burung Garuda di Ibu Kota Negara (IKN) karya seniman I Nyoman Nuarta / Twitter
Pradesain Istana Negara berlambang burung Garuda di Ibu Kota Negara (IKN) karya seniman I Nyoman Nuarta / Twitter

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo membutuhkan dana US$441 miliar atau setara Rp6.257 triliun lagi untuk menuntaskan pembangunan infrastruktur hingga 2024.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur merupakan tulang punggung dari pemulihan ekonomi, sekaligus untuk mendorong pertumbuhan di jangka panjang.

DJPPR Kemenkeu mencatat untuk membiayai pembangunan infrastruktur selama 2020-2024, dibutuhkan investasi hingga US$441 miliar. Besarnya kebutuhan pembiayaan membuat APBN tidak memadai untuk mendukung secara mandiri.

"Dengan APBN sendiri, tidak akan bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur," kata Kepala Subdirektorat Dukungan Pemerintah DJPPR Kemenkeu Yonathan Setianto Hadi pada talkshow Indonesia's Sustainable Projects, Rabu (22/12/2021).

Dalam paparan Yonathan, pembiayaan infastruktur diharapkan bisa berasalkan dari tiga sumber pendanaan yaitu dari anggaran fiskal US$163 miliar (37 persen); dari BUMN sebesar US$93 miliar (21 persen); dan paling besar yaitu swasta sebesar US$185 miliar (42 persen).

Untuk itu, sekaligus untuk mendorong kebutuhan terhadap infrastruktur berkelanjutan, maka pembiayaan yang inovatif dinilai menjadi suatu keharusan. Yonathan mengatakan skema pembiayaan yang akan didorong adalah menarik investasi sektor swastaa, instrumen pembiayaan inovatif, kebijakan dan insentif fiskal, serta meningkatkan akses terhadap pembiayaan global.

Adapun, skema pembiayaan inovatif menjadi proritas. Skema tersebut dibagi menjadi Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), pembiayaan campuran atau blended finance dan SDG Indonesia One.

Pertama, KPBU atau Public Private Partnership (PPP). Yonathan mengungkap saat ini terdapat 50 proyek yang dibiayai menggunakan skema tersebut di seluruh Indonesia. Nilainya mencapai Rp241 triliun.

Kedua, blended finance atau pembiayaan campuran yang mencampurkan anggaran fiskal, sektor swasta, donor, dan filantropi.

Ketiga, SDG Indonesia One yang juga merupakan blended finance dengan platform Special Mission Vehicle (SMV) pemerintah yaitu PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper