Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tapering the Fed Dipercepat, Sri Mulyani Sebut Rupiah dan Yield SBN Masih Terjaga

Normalisasi kebijakan the Fed tersebut tentunya akan berdampak pada pasar keuangan negara Emerging Market, termasuk Indonesia.
Layar menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan pemaparan dalam Bisnis Indonesia  Business Challenges 2022 di Jakarta, Rabu (15/12/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Layar menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan pemaparan dalam Bisnis Indonesia Business Challenges 2022 di Jakarta, Rabu (15/12/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed, mengumumkan akan mempercepat melakukan pengurangan pembelian aset atau yang disebut tapering.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan normalisasi kebijakan the Fed tersebut tentunya akan berdampak pada pasar keuangan negara Emerging Market, termasuk Indonesia.

Hal ini mulai terlihat pada pertengahan Desember 2021, di mana premi risiko investasi (credit default swap/CDS) 5 tahun dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami sedikit tekanan, meski tidak terlalu signifikan.

“Aliran masuk modal asing ke pasar emerging market juga melandai dan menurun, termasuk di Indonesia. Namun, kalau kita lihat dampaknya ke Indonesia, nilai tukar rupiah secara year-to-date masih relatif stabil, hanya terkoreksi 2,3 persen,” katanya, Selasa (21/12/2021).

Sri mengatakan, depresiasi nilai tukar rupiah masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lainnya, misalnya mata uang di Argentina yang terkoreksi di atas 20 persen.

Negara berkembang lainnya, seperti Thailand dan Brazil juga mencatatkan depresiasi yang lebih tinggi, masing-masingnya mencapai 11 persen dan 9,4 persen.

Lebih lanjut, Sri menyampaikan tingkat imbal hasil SBN juga relatif stabil. SBN dengan tenor 10 tahun mengalami sedikit peningkatan, sebesar 55 basis poin.

Namun, kenaikan ini pun kata Sri masih lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan yield obligasi di negara lan, seperti Rusia sebesar 235 bps, Filipina 170 bps, dan Mexico 181 bps.

“Ini juga karena kepemilikan surat berharga negara yang dimiliki asing mengalami penurunan yang cukup tajam dari 2020 yang 38,5 persen sekarang hanya 19,7 persen,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper