Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Tengah Omicron, Ketum Kadin Proyeksi Ekonomi Indonesia 2022 Sentuh 6 Persen

Proyeksi yang tinggi itu ditopang oleh meningkatnya aktivitas masyarakat seperti belanja, wisata, dan bekerja di kantor seiring dengan masifnya kegiatan vaksinasi Covid-19 di tengah masyarakat. 
Layar menampilkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid memberikan pemaparan saat acara Bisnis Indonesia Business Challenge 2022 di Jakarta, Kamis (16/12/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Layar menampilkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid memberikan pemaparan saat acara Bisnis Indonesia Business Challenge 2022 di Jakarta, Kamis (16/12/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai di angka 6 persen pada tahun 2022. 

Arsjad beralasan proyeksi yang tinggi itu ditopang oleh meningkatnya aktivitas masyarakat seperti belanja, wisata, dan bekerja di kantor seiring dengan masifnya kegiatan vaksinasi Covid-19 di tengah masyarakat. 

“Saya sendiri personally punya optimisme mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6 persen,” kata Arsjad saat memberi keterangan dalam Bisnis Indonesia Business Challenges secara daring, Kamis (16/12/2021). 

Kendati demikian, Bank Indonesia sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan Indonesia hanya mencapai di angka 4,7 hingga 5,5 persen. Sementara Undang-Undang Anggaran P APBN 2022 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di posisi 5 hingga 5,5 persen. 

“Tingkat pertumbuhan ekonomi ini akan tercapai jika seluruh pihak bekerja sama untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dan mempercepat vaksinasi secara masif,” tuturnya. 

Seperti diberitakan sebelumnya, disrupsi suplai global dan mutasi terbaru varian Covid-19 menyebabkan proyeksi perekonomian global berpotensi terkoreksi. Hal tersebut dinilai perlu diantisipasi dan diwaspadai oleh Indonesia. 

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa saat ini setidaknya terdapat dua risiko utama dalam perekonomian global, yakni dirupsi suplai global serta penyebaran varian delta dan mutasi terbaru Covid-19. Kedua resiko itu terjadi di tengah masih timpangnya distribusi vaksin di seluruh dunia. 

Menurut dia, disrupsi suplai global lebih panjang dari perkiraan sehingga menimbulkan kenaikan harga barang, harga energi, hingga memicu tekanan inflasi di sejumlah negara. Misalnya, inflasi di Amerika Serikat berada di 5,4 persen dalam empat bulan terakhir dan inflasi Uni Eropa mencapai 3,4 persen pada September 2021. 

"Permasalahan global supply disruption yang lebih panjang dan masih tingginya ketidakpastian perkembangan Covid-19 di berbagai belahan dunia membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia turun," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) pada Rabu (27/10/2021).

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada Mei 2021 memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global tahun ini dapat berada di angka 5,8 persen. Namun, kedua risiko itu membuat proyeksinya direvisi menjadi 5,7 persen.

"International Monetary Fund [IMF] merevisi proyeksi ekonomi dunia yang pada Juli lalu 6 persen menjadi 5,9 persen," ujar Sri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper