Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi China Merosot, Kebijakan Pemerintah Dinilai Kurang Agresif

Ekonom memperingatkan langkah-langkah pelonggaran kebijakan moneter mungkin tidak cukup untuk menstabilkan pertumbuhan ekonomi. China butuh kebijakan lebih lanjut.
Pejalan kaki dan pesepeda di pusat distrik bisnis in Beijing, China, Selasa (23/11/2021)/ Bloomberg - Qilai Shen
Pejalan kaki dan pesepeda di pusat distrik bisnis in Beijing, China, Selasa (23/11/2021)/ Bloomberg - Qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi China terpukul pada November karena kemerosotan dari pasar properti dan wabah Covid-19 yang sporadis.

Ekonom memperingatkan langkah-langkah pelonggaran kebijakan moneter mungkin tidak cukup untuk menstabilkan pertumbuhan ekonomi.

Dilansir Bloomberg pada Rabu (15/12/2021), data Biro Statistik Nasional China menunjukkan penjualan properti hunian dan area perumahan baru turun hingga 20 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini diikuti dengan penurunan laju investasi pada perekonomian.

Penjualan ritel tumbuh melemah 3,9 persen pada November lantaran orang-orang lebih banyak di rumah karena penyebaran virus.

Data tersebut menyoroti tantangan yang dihadapi Beijing yang sedang berupaya menstabilkan ekonominya tanpa menghentikan kampanye untuk mengurangi utangnya di sektor properti. Kemunculan omicron juga turut menambah ancaman.

Beijing baru-baru ini mengalihkan fokusnya untuk menstabilkan pertumbuhan dengan bank sentral melonggarkan kebijakan moneter dan Partai Komunis memerintahkan lebih banyak pengeluaran fiskal pada awal 2022. Para ekonom mengatakan langkah-langkah stimulus lebih lanjut mungkin diperlukan.

"Permintaan pada sisi investasi telah melemah parah dan kami perlu melihat langkah-langkah pelonggaran lebih lanjut. [Kebijakan sekarang] kurang agresif untuk menghadapi tekanan ke bawah," katanya.

Peralihan kebijakan China kontras dengan Amerika Serikat di mana Federal Reserve mulai mengakselerasi tapering sebagai langkah menuju kenaikan suku bunga sejak 2018. Pembuat kebijakan sedang berupaya untuk mencoba menahan inflasi tercepat dalam hampir 40 tahun. Sementara di China, kenaikan harga konsumen relatif ringan.

Manufaktur China 

Produksi manufaktur China naik 3,8 persen per November dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Naik sedikit dibandingkan dengan capaian Oktober yang didukung oleh produksi dari elektornik dan farmasi.

Sementara produk yang berhubungan dengan properti seperti baja dan semen turun hingga 20 persen secara tahunan pada periode November.

Beijing telah meminta perbankan untuk mempercepat pinjaman rumah dan memberi sinyal untuk melonggarkan pengawasan di sektor itu.

Namun, Partai Komunis dalam pertemuan pekan lalu mengatakan bahwa perumahan untuk ditinggali, bukan untuk spekulasi. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah tidak ingin melonggarkan pembatasan skala besar untuk pembiayaan kepada pengembang seperti China Evergrande Group.

"Di beberapa kota terjadi tekanan ke bawah pada pasar perumahan yang meningkat. Kendala dari wabah virus sporadis pada konsumsi, terutama konsumsi langsung, masih ada," ujar juru bicara Biro Nasional Statistik China Fu Linghui.

Investasi di sektor seperti perumahan, infrastruktur, dan manufaktur telah melemah pada November. Pelemahan di sektor ritel mengejutkan analis yang mengharapkan peningkatan dari penjualan online seperti festival belanja tahunan.

Belanja di restoran dan katering di China juga turun. Selain itu, penjualan mobil juga mengalami hal yang sama untuk bulan kelima berturut-turut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper