Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PLTU Juga Bisa Berkontribusi Terhadap Bauran EBT, Kok Bisa?

PT PLN (Persero) menargetkan 10–20 persen kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) akan diganti menjadi biomassa seiring dengan upaya meningkatkan bauran energi terbarukan.
Pemandangan PLTU Paiton 1 dan 2 dari sisi perairan utara Probolinggo./Istimewa-PLN
Pemandangan PLTU Paiton 1 dan 2 dari sisi perairan utara Probolinggo./Istimewa-PLN

Bisnis.com, JAKARTA – PT PLN (Persero) menargetkan 10–20 persen kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) akan diganti menjadi biomassa seiring dengan upaya meningkatkan bauran energi terbarukan.

Electricity System Planning Division PT PLN (Persero) Edwin Nugraha mengatakan bahwa usaha itu akan memberikan kontribusi peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 3–6 persen.

“Itu salah satu usaha kami terkait batu bara di 5–10 tahun ke depan,” katanya saat webinar, Selasa (14/12/2021).

Dia menerangkan bahwa konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik akan terus mengalami kenaikan dalam 9 tahun ke depan. PLN memproyeksikan kebutuhan komoditas emas hitam akan mencapai 153 juta ton pada 2030.

Peningkatan permintaan itu turut dikontribusikan dari pengembangan pembangkit listrik 35 GW dan fast track program (FTP) 2 sebesar 7 GW. Dalam RUPTL PLN 2021–2030, pengembangan PLTU akan berkontribusi 34 persen atau 13,8 GW dari total 40,9 GW pada 2030.

Kontribusi tersebut salah satunya dari program 35 GW yang masih berjalan. Kendati begitu, Edwin menegaskan bahwa tidak ada lagi penambahan PLTU, kecuali telah melakukan tahapan konstruksi dan mendapatkan izin.

“Tapi dalam RUPTL memang tidak lagi memperkenalkan pembangkit [PLTU] baru sejak 2026,” terangnya.

Secara persentase, PLTU masih mendominasi sumber energi nasional. Bahkan pada 2030, pembangkit fosil tersebut masih cukup besar, yakni sekitar 60 persen dari total sumber energi di dalam negeri.

Di sisi lain, Edwin menuturkan bahwa pengembangan pembangkit energi terbarukan cukup sulit di tengah kondisi oversupply listrik. Upaya transisi energi dengan kondisi kelebihan kapasitas listrik saat ini harus menjadi perhatian pemerintah.

Dukungan eksekutif dan pihak swasta disebut perlu untuk memastikan dampak kebijakan itu tetap memberi efek positif bagi publik. Terlebih, pemerintah mematok bauran EBT mencapai 23 persen pada 2025, sedangkan saat ini porsi bauran energi hijau baru 11 persen.

“Ini sangat berat dalam kondisi oversupply seperti sekarang ini,” terangnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper