Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Erick Thohir Kaji 2 Opsi Penyelamatan Garuda Indonesia (GIAA), Apa Itu?

Hingga kini belum diputuskan skema pendanaan baru bagi emiten berkode GIAA tersebut.
Ilustrasi. Pramugari Garuda Indonesia./garuda-indonesia.com
Ilustrasi. Pramugari Garuda Indonesia./garuda-indonesia.com

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan bahwa pemerintah tidak akan menyuntikkan dana APBN dalam upaya penyelamatan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. 

Dia mengaku skema perlindungan terhadap bisnis Garuda masih akan didiskusikan bersama pihak terkait. Hingga kini belum diputuskan skema pendanaan baru bagi emiten berkode GIAA tersebut.

Menurut Erick, terdapat dua opsi pendanaan yang mungkin akan dilakukan, yakni berasal dari BUMN lain yang arus kas tercatat stabil atau kemungkinan dibukanya investor baru. 

"Ini saya mau duduk, ini konteksnya apa, misalnya BUMN yang menyuntik dengan cash flow atau kembali mengundang lagi secara pasar, ini konteks yang sedang kita lakukan, yang pasti perbaikan Garuda harus dijalankan hari ini," ujar Erick dalam sebuah diskusi dikutip Selasa (16/11/2021).

Meski begitu, Erick masih belum memerinci lebih jauh dua opsi pendanaan tersebut. Sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab atas keberlangsungan maskapai pelat merah itu, dia menuturkan bahwa pengambilan keputusan harus dilakukan hati-hati dan tidak mudah.

Saat ini, lanjut Erick, langkah pertama yang harus dilakukan GIAA adalah restrukturisasi meskipun bukan pilihan yang mudah. Setelahnya, bisnis model Garuda Indonesia dinilai harus fokus pada pasar dalam negeri untuk beberapa tahun ke depan demi menyehatkan keuangan perseroan.

Sementara itu, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI mengatakan bahwa pemegang saham meminta pendapat legislator terkait kemungkinan saham Garuda diberikan kepada investor baru alias pengurangan saham negara (dilusi).

Namun menurut Tiko, sapaan akrabnya, bila opsi dilusi ditempuh maka pemerintah tak lagi menjadi pemegang saham mayoritas. Saat ini, saham negara mencapai 60,5 persen, Trans Airways sebanyak 28,2 persen, sisanya milik publik sebesar 11,1 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmi Yati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper