Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sempat Perkasa, Harga Batu Bara Dunia Kembali Jeblok

Harga batu bara Newcastle turun tipis menjadi US$150 per ton.
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (8/7/2020). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (8/7/2020). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah sempat mengalami kenaikan pada awal pekan, harga komoditas batu bara kembali terkoreksi pada penutupan akhir pekan ini.

Bursa ICE Newcastle mencatat harga batu bara untuk kontrak November 2021 terkoreksi 1,50 poin dari perdagangan sebelumnya yakni US$150 per metrik ton pada Jumat (12/11/2021).

Selain itu, untuk kontrak Desember 2021, komoditas ini dihargai US$147,25 per metrik ton atau turun 2,40 poin dari perdagangan hari sebelumnya.

Batu bara termal untuk kontrak November sempat mencapai US$163 per metrik ton pada Senin (8/11/2021). Angka ini naik 7,60 poin dari penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Kenaikan paling tinggi terjadi untuk kontrak Desember dengan peningkatan 10,40 poin menjadi US$164 per metrik ton. Angka ini melonjak 6,77 persen dibandingkan penutupan sebelumnya yakni US$153,60 per metrik ton pada Jumat (5/11/2021).

Fluktuasi harga ini terus terjadi untuk sejumlah bahan bakar termasuk batu bara. Meski begitu, harga saat ini naik cukup signifikan dibandingkan awal tahun sekitar US$80 per metrik ton.

Pada 5 Oktober lalu, batu bara sempat mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa mencapai US$272,5 per metrik ton. Meski demikian, kini harga mulai mengalami gejolak seiring dengan upaya China meningkatkan produksi domestiknya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan meski pada tatanan dunia batu bara dianggap memasuki masa senja, namun komoditas ini belum akan menghadapi kiamat dalam waktu dekat.

Dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca, perusahaan tambang sejatinya dapat memulai dengan mempercepat reklamasi lahan bekas tambang. Pasalnya deforestasi menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca.

Kemudian pemerintah juga akan memberlakukan pajak karbon dan memanfaatkan sumber energi bersih di area pasatambang. Salah satunya telah dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk dengan membangun PLTS di area bekas tambang. 

Lebih lanjut, pemanfaatan bahan bakar B30 juga dapat menekan emisi karbon. Bahkan upaya ini juga dijalankan oleh PLN melalui RUPTL 2021 - 2030. 

“Batu bara kita belum kiamat. Kita masih punya peluang. Pembangunan batu bara di negara lain juga masih berjalan. Ini membuktikan batu bara 2050 - 2060 Indonesia sangat kompetitif,” terangnya, Jumat (12/11/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper