Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Energi China Bikin Industri Tekstil RI Tak Lagi Terpuruk

Salah satu bukti bangkitnya industri tekstil dari keterpurukan adalah kembalinya kepercayaan perbankan untuk menyalurkan kredit untuk perluasan atau peningkatan kapasitas produksi pabrik tekstil.
Pedagang merapikan kain di salah satu gerai di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/12/2020). /Bisnis.com-Himawan L Nugraha
Pedagang merapikan kain di salah satu gerai di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/12/2020). /Bisnis.com-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai utilisasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri menunjukkan kinerja yang positif, atau berada di posisi 80 persen menjelang akhir tahun 2021. Hal ini disokong oleh kinerja ekspor yang relatif tinggi menyusul krisis energi di China. 

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan secara umum, utilisasi industri tekstil dalam negeri relatif sudah kembali normal. 

“Utilisasi industri tekstil ini sudah membaik, utilisasi kita di atas 70 persen menuju 80 persen sudah mendekati normal kalau boleh dikatakan,” kata Jemmy melalui sambungan telepon, Senin (8/11/2021). 

Tren pemulihan kinerja itu, kata Jemmy, turut mengembalikan kepercayaan perbankan untuk menyalurkan kredit bagi upaya perluasan atau peningkatan kapasitas produksi dalam negeri. Padahal, kata dia, perbankan selama ini relatif berhati-hati untuk menyalurkan kredit pada sektor garmen ini. 

“Perbankan sudah mulai membuka kerannya lagi kalau kemarin mereka menarik diri. Saat ini mereka bisa membaca kebijakan pemerintah yang sudah pro industri,” tuturnya. 

Sebelumnya, Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Elis Masitoh menuturkan adanya proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di sejumlah emiten tekstil besar dalam negeri seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dan PT Pan Brothers Tbk (PBRX) tidak berpengaruh negatif pada kinerja industri. 

“Adanya permasalahan dari beberapa emiten besar garmen tidak memengaruhi kinerja ekspornya karena memang tidak terkait dengan produksi emiten-emiten tersebut, masih tetap beroperasi seperti sedia kala,” kata Elis melalui pesan WhatsApp, Senin (8/11/2021). 

Malahan, kata Elis, dua emiten tekstil itu sudah mencatatkan permintaan dari importir hingga tahun 2023. Di sisi lain, dia menambahkan, kedua emiten itu bakal menyerap 4.000 orang tenaga kerja untuk memenuhi permintaan importir tersebut. 

“Saat ini selain kedua emiten tersebut beberapa industri garmen orientasi ekspor juga tengah mengalami peningkatan order buyer sampai tahun 2023,” kata dia. 

Berdasarkan data milik Kemenperin, volume ekspor produk tekstil dengan kode HS 61 mencapai 185.69 ton hingga triwulan ketiga tahun ini. Pencatatan itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan tahun lalu yang sebesar 169.14 ton. Adapun nilai ekspor produk tekstil itu mencapai US$3,08 miliar.  

Sementara untuk kode HS 62 yang merupakan pakaian atau aksesoris pakaian bukan rajutan, volume ekspor hingga triwulan ketiga 2021 mencapai 121.09 ton. Volume itu lebih rendah jika dibandingkan dengan torehan pada triwulan ketiga tahun lalu yang berada di posisi 125.52 ton. Adapun nilai ekspor produk tekstil berkode HS 62 itu mencapai US$2,93 miliar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper