Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspadai Defisit Neraca Perdagangan karena Peningkatan Konsumsi BBM

Pemulihan ekonomi di dalam negeri mendorong peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di tengah tren peningkatan harga minyak mentah. Kondisi tersebut patut diwaspadai agar tidak membebani neraca perdagangan Indonesia.
Petugas melakukan pengisian BBM di salah satu SPBU milik Pertamina di Sumsel. istimewa
Petugas melakukan pengisian BBM di salah satu SPBU milik Pertamina di Sumsel. istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Pemulihan ekonomi di dalam negeri mendorong peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di tengah tren peningkatan harga minyak mentah. Kondisi tersebut patut diwaspadai agar tidak membebani neraca perdagangan Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor Indonesia pada September 2021 sebesar US$16,23 miliar. Jumlah itu tumbuh secara tahunan dari posisi September 2020 sebesar US$11,57 miliar.

Impor tercatat mengalami peningkatan baik di sektor migas dan nonmigas. Impor migas per September 2021 senilai US$1,86 miliar tumbuh 59,15 persen secara tahunan, sedangkan impor nonmigas senilai US$14,37 miliar naik 38,18 persen dari periode sama tahun lalu.

Sementara itu, kinerja impor pada September 2021 turun 2,67 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, dengan penurunan yang terjadi di sektor migas dan nonmigas. Pada Agustus 2021, nilai impor tercatat sebesar US$16,68 miliar.

PT Pertamina (Persero) sendiri mencatat konsumsi BBM di kuartal III/2021 naik sekitar 6 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Adapun, konsumsi untuk BBM jenis gasoline pada kuartal III/2021 mengalami peningkatan sekitar 4 persen, sedangkan konsumsi gasoil tumbuh 10 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, Indonesia masih menjadi negara net-importir, karena hanya mampu memproduksi sekitar 700.000 barel minyak per hari (bopd), sedangkan konsumsinya mencapai 1,2 juta–1.3 juta bopd. Hal itu membuat Indonesia mau tidak mau harus mengimpor minyak mentah dan produk BBM.

“Dengan harga yang begitu tinggi saat ini, potensi terjadinya defisit neraca perdagangan akan semakin tinggi. Hal itu bisa menyebabkan terjadinya inflasi jika terlalu jauh gap-nya," katanya kepada Bisnis, Minggu (17/10/2021).

Mamit menambahkan, kenaikan tersebut juga akan menjadi beban bagi Pertamina di tengah harga BBM yang tidak bisa menyesuaikan dengan harga pasar untuk Pertalite maupun Pertamax.

“Mereka harus menanggung kerugian yang cukup signifikan, karena tidak adanya penyesuaian harga,” ujarnya.

Sementara itu, Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina Irto Ginting mengatakan bahwa kondisi peningkatan harga minyak berdampak langsung terhadap bisnis perseroan.

“Kenaikan harga minyak mentah akan berdampak langsung pada sektor hilir, karena harga minyak mentah adalah salah satu komponen harga jual BBM,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper