Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penarikan Pajak Karbon, Ekonom: Pemerintah Perlu Pikirkan Daya Saing Industri

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memprediksi kebijakan pajak karbon mulai tahun depan akan memunculkan daya kejut bagi industri manufaktur. Hal itu terkait potensi kenaikan ongkos produksi yang terdorong biaya energi.
Aktivitas pemindahan muatan batu bara dari tongkang ke kapal induk dengan floating crane./indikaenergy.co.id
Aktivitas pemindahan muatan batu bara dari tongkang ke kapal induk dengan floating crane./indikaenergy.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memprediksi kebijakan pajak karbon mulai tahun depan akan memunculkan daya kejut bagi industri manufaktur. Hal itu terkait potensi kenaikan ongkos produksi yang terdorong biaya energi.

Peneliti di Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan kenaikan ongkos produksi pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen.

Selain itu,  pemerintah perlu mempertimbangkan daya saing industri sebagai dampak dari penerapan kebijakan ini.

"Harusnya industri dapat kompensasi yang bisa mempertahankan daya saingnya, syukur-syukur dapat meningkatkan daya saing," kata Heri kepada Bisnis, Kamis (14/10/2021).

Insentif tersebut, lanjutnya, dapat diberikan dengan intervensi pada biaya pengiriman, pemangkasan tarif listrik atau kebijakan lain yang dapat menjaga struktur harga pokok produksi (HPP).

Heri melanjutkan penetapan kebijakan ini perlu diikuti dengan langkah berikutnya, yakni penyusunan regulasi yang bisa meningkatkan daya tarik untuk investasi di energi terbarukan.

Selanjutnya, hasil pungutan pajak karbon harus dikembalikan untuk pemulihan lingkungan. Hal yang tak kalah penting adalah alokasi untuk pengembangan energi terbarukan, sehingga dalam jangka panjang dapat mencapai harga yang kompetitif dibandingkan dengan energi fosil.

"Jadi harus menyeluruh, jangan pajak karbonnya dipungut, tapi pengembangan EBT-nya tidak dilakukan," ujar Heri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper