Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Khawatir Krisis Energi Perbesar Defisit Migas

Sampai Agustus 2021, defisit perdagangan di sektor migas mencapai US$7,46 miliar. Defisit ini lebih besar dari pada periode Januari sampai Agustus 2021 sebesar US$4,24 miliar.
Ilustrasi minyak mentah
Ilustrasi minyak mentah

Bisnis.com, JAKARTA – Harga komoditas energi yang meningkat signifikan diperkirakan menekan neraca perdagangan Indonesia yang dalam 16 bulan terakhir mencetak surplus. Tetapi, pelaku usaha tetap mengupayakan kinerja ekspor dapat dijaga.

Koordinator Wakil Ketua Umum III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan lonjakan harga komoditas energi membuat neraca perdagangan sampai akhir tahun belum bisa diprediksi.

“Kami belum bisa prediksi surplus secara agregat pada akhir tahun akan lebih besar dari 2020 atau tidak karena faktor penyumbang defisit perdagangan terbesar kita sekarang adalah sektor migas,” kata Shinta, Kamis (14/10/2021).

Sampai Agustus 2021, defisit perdagangan di sektor migas mencapai US$7,46 miliar. Defisit ini lebih besar dari pada periode Januari sampai Agustus 2021 sebesar US$4,24 miliar.

“Belum bisa diperkirakan sampai kapan krisis energi ini terus berlangsung dan sejauh mana krisis ini akan memengaruhi kenaikan harga komoditas migas global,” katanya.

Harga komoditas minyak dan gas yang terus naik, kata Shinta, bisa berdampak pada surplus di sektor nonmigas. Meski Indonesia bisa memetik peluang dari permintaan batu bara, di sisi lain terdapat kebutuhan komoditas migas untuk menunjang aktivitas industri dan mobilitas masyarakat pada akhir tahun.

“Kalau harga komoditas energi terus naik, kami khawatir surplus kita akan terganggu karena nilai impor migas akan membesar meskipun konsumsi migas kita tidak naik terlalu drastis,” tambahnya.

Selain itu, Shinta mengatakan kenaikan harga komoditas juga berpengaruh ke harga impor, terutama impor bahan baku dan penolong. Situasi tersebut memperburuk masalah logistik global yang memicu naiknya biaya pengapalan.

Terlepas dari risiko hambatan yang muncul pada penghujung tahun, Shinta mengatakan pelaku usaha akan terus mempertahankan kinerja ekspor.

“Selama demand pasar global masih bisa dimanfaatkan dan kami masih bisa membiayai ekspornya, ekspor akan diteruskan. Karena itu kami mohon bantuan pemerintah untuk membantu penurunan biaya logistik ekspor dan menyediakan pembiayaan yang terjangkau,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper