Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF Pangkas Pertumbuhan Indonesia. Ini Respons Kemenkeu

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini pun turun menjadi 3,2 persen, dari sebelumnya 3,9 persen. Hal tersebut tercantum dalam laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2021.
Kantor pusat Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington D.C., AS/ Bloomberg - Andrew Harrer
Kantor pusat Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington D.C., AS/ Bloomberg - Andrew Harrer

Bisnis.com, JAKARTA — International Monetary Fund atau IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2021 menjadi 5,9 persen, dari sebelumnya 6 persen.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini pun turun menjadi 3,2 persen, dari sebelumnya 3,9 persen. Hal tersebut tercantum dalam laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2021.

IMF menilai bahwa terdapat sejumlah aspek yang memengaruhi perubahan proyeksi, seperti gangguan pasokan di negara maju dan sempat memburuknya kasus Covid-19 di negara berkembang akibat varian delta.

IMF turut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 kawan Asia Tenggara, menjadi 2,9 persen, dari sebelumnya 4,3 persen. Penyebaran Covid-19 varian delta menjadi faktor utama penyebab revisi proyeksi itu, selain jangkauan vaksinasi negara-negara Asean yang relatif masih rendah dibandingkan dengan negara maju.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai bahwa pemerintah terus mewaspadai berbagai risiko global, dengan pandemi Covid-19 sebagai fokus perhatian.

Membaiknya kondisi pandemi menjadi momentum pemulihan ekonomi, khususnya sejak September 2021 yang tercermin dari berbagai indikator ekonomi.

"Dengan mempertimbangkan berbagai faktor [vaksinasi, insentif, dan lain-lain] termasuk perkembangan indikator ekonomi terkini, pemerintah melihat outlook pertumbuhan Indonesia di 2021 di kisaran 3,7 persen–4,5 persen," ujar Febrio pada Rabu (13/10/2021).

Menurutnya, pemerintah akan mengarahkan kebijakan ekonomi dan fiskal untuk mendukung upaya pengendalian pandemi, menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi, dan akselerasi reformasi struktural.

Hal tersebut tercermin dalam kebijakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 yang telah disepakati oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Febrio menilai bahwa kebijakan APBN 2022 menunjukkan sikap kewaspadaan dan antisipatif terhadap peningkatan risiko global yang telah terjadi. Defisit fiskal pada 2022 disepakati di 4,85 persen dari PDB.

“Dengan semangat pengendalian pandemi, pemulihan ekonomi dan reformasi yang kuat, pemerintah berupaya untuk menciptakan pertumbuhan dan pembangunan Indonesia yang berkesinambungan dan inklusif di tengah lingkungan global yang menantang,” ujar Febrio.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper