Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Alas Kaki Bergeser ke Jawa Tengah, Ini Alasannya

Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mencatat lebih dari 100 pabrik alas kaki yang direlokasi dari kawasan industri Tangerang dan Bekasi ke Jawa Tengah dalam kurun empat tahun terakhir.
Pekerja pabrik menyelesaikan proses produksi sepatu. /Ilustrasi-Bisnis.com-WD
Pekerja pabrik menyelesaikan proses produksi sepatu. /Ilustrasi-Bisnis.com-WD

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mencatat lebih dari 100 pabrik alas kaki yang direlokasi dari kawasan industri Tangerang dan Bekasi ke Jawa Tengah dalam kurun empat tahun terakhir.

Ketua Umum Aprisindo Eddy Widjanarko mengemukakan bahwa penyebab relokasi tersebut adalah nilai upah minimum regional (UMR) Jawa Tengah yang lebih rendah. Dia pun memperkirakan relokasi pabrik akan terus terjadi dalam beberapa tahun mendatang.

“Hampir semua pabrik yang relokasi mengalami kenaikan [jumlah] karyawan. Mungkin 3–4 tahun ke depan, industri [alas kaki] semua akan ada di Jawa Tengah,” ujarnya dalam sebuah siaran langsung, Senin (11/10/2021).

Pabrik-pabrik alas kaki yang kini masih berada di Tangerang dan Bekasi, lanjutnya, akan memperkecil kapasitas produksi bahkan menutup operasi.

Sementara itu, penambahan jumlah karyawan karena efisiensi upah mendorong naiknya produktivitas industri yang berorientasi ekspor itu.

Eddy mengatakan, nilai ekspor sepanjang tahun ini ditarget sebesar US$5,2 miliar, atau tumbuh 8,3 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang senilai US$4,8 miliar.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakrie mengatakan bahwa musim puncak belanja akhir tahun memunculkan optimisme pertumbuhan kinerja industri alas kaki.

Selain itu, pembukaan kembali proses belajar mengajar di sekolah menambah sentimen positif untuk kinerja di pasar domestik, meski nilainya belum signifikan.

“Kami bersyukur sudah ada belanja untuk back to school. Cuma memang secara volume masih kecil,” ujarnya.

Selain itu, tantangan yang diperkirakan dapat menghambat kinerja, yakni pasokan bahan baku yang mengalami sejumlah kendala.

Selain isu kelangkaan kontainer dan mahalnya biaya pengapalan, krisis listrik di China menjadi tantangan baru. Firman pun tak bisa memastikan kelancaran pasokan untuk beberapa bulan mendatang, meski pesanan existing bahan baku saat ini belum terkendala.

“Kami masih menunggu kira-kira krisis listrik di China ini akan seperti apa. Untuk saat ini anggota kami masih produksi normal, bahan baku masih tersedia,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper