Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Perlu Kaji Dampak Ekonomi dari Transisi Energi ke EBT

Tren transisi energi menjadi dilematis karena di samping ada isu lingkungan yang harus diperjuangkan, tetapi masih ada kepentingan ekonomi yang perlu dipertahankan.
Suasana PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 di Tompaso, Kabupaten Minahasa, Jumat (13/3/2020). PGE menargetkan pengeboran sumur semi eksplorasi untuk pembangunan PLTP Unit 7 dan Unit 8 akan dimulai pada Semester II/2020. Bisnis/Lukas Hendra.
Suasana PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 di Tompaso, Kabupaten Minahasa, Jumat (13/3/2020). PGE menargetkan pengeboran sumur semi eksplorasi untuk pembangunan PLTP Unit 7 dan Unit 8 akan dimulai pada Semester II/2020. Bisnis/Lukas Hendra.

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai perlu mengkaji lebih dalam untuk dampak yang ditimbulkan dari kebijakan transisi energi untuk mengurangi emisi karbon. Selain dampak lingkungan, dampak ekonomi harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah.

Peneliti Institute of Development and Economics Finance (INDEF) Abra Tallatov mengatakan tren transisi energi menjadi dilematis bagi sebuah negara. Pasalnya, di samping ada isu lingkungan yang harus diperjuangkan, tetapi di balik itu masih ada kepentingan ekonomi yang perlu dipertahankan.

Menurut Abra, hal itu yang tengah dialami Indonesia mengingat telah meratifikasi Paris Agreement untuk menekan emisi karbon. Tetapi, dia menilai pemerintah perlu mengkaji lebih jauh terkait dengan urgensi dari arah penggunaan energi baru dan terbarukan ke depannya.

"Untuk mempercepat energi terbarukan ini, sejauh mana urgensinya, kita perlu mempertimbangkan juga dampak ekonomi terutama terhadap beban APBN dan juga terhadap energi," katanya dalam acara Masa Depan Energi Geothermal Berita Satu, Kamis (30/9/2021).

Dengan kondisi yang ada saat ini, PT PLN (Persero) dengan program 35.000 MW masih mengalami kondisi kelebihan pasokan listrik walaupun proyek itu belum seluruhnya selesai. Pertumbuhan konsumsi listrik masih tidak sejalan dengan pertumbuhan peningkatan kapasitas pembangkit di dalam negeri.

Dengan harga listrik yang diberikan saat ini, pemerintah masih harus menanggung kompensasi kepada PLN untuk menutupi kekurangan ongkos produksi listrik. Di samping itu, pemerintah masih menanggung subsidi listrik untuk sejumlah pelanggan golongan rumah tangga.

Produksi tersebut pada saat ini masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang merupakan opsi termurah untuk memproduksi listrik.

"Kalau kita tidak melihat secara imbang, ketika negara sudah tidak mampu lagi nih untuk mengalokasikan kompensasi ya terpaksa harus secara bisnis harus menyesuaikan tarif listrik dan pada gilirannya masyarakat sebagai konsumen akan menanggung beban dari kebijakan energi," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper