Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kendala KPR dan KPA, Diguyur Insentif tapi Banyak Ganjalan

Kredit pemilikan rumah (KPR) maupun kredit pemilikan apartemen (KPA) masih menjadi andalan banyak masyarakat untuk membeli properti. Di tengah banyaknya insentif dari pemerintah, sejumlah hambatan klasik masih membayangi.
Ilustrasi deretan perumahan. /Antara Foto-Oky Lukmansyah-pd
Ilustrasi deretan perumahan. /Antara Foto-Oky Lukmansyah-pd

Bisnis.com, JAKARTA — Rumah.com mengungkapkan masih banyak konsumen properti yang tidak dapat merasakan manisnya DP nol persen. 

Seperti diketahui, sejak awal 2021, sektor properti di Indonesia seakan tengah dapat durian runtuh dari pemerintah. Guyuran stimulus membanjiri pasar properti, salah satunya berupa keringanan uang muka atau down payment (DP). 

Semua jenis properti kini bisa dibeli dengan DP nol persen karena Bank Indonesia (BI) telah merelaksasi rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan maksimal 100 persen. Dengan begitu, konsumen bisa mendapatkan properti DP nol persen lewat kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit pemilikan apartemen (KPA).

Kebijakan DP nol persen berlaku sejak Maret 2021 sampai Desember 2021. Secara bersamaan, pemerintah juga memberi diskon pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 100 persen untuk unit properti di bawah Rp2 miliar dan 50 persen untuk unit properti seharga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.

Country Manager Rumah.com Marine Novita mengatakan tidak sedikit calon konsumen properti yang belum dapat merasakan manisnya rumah DP nol persen. Pengajuan KPR maupun KPA para calon konsumen pembeli rumah terhadang sejumlah masalah.

Salah satunya karena tidak tetapnya pekerjaan atau gaji bulanan konsumen menjadi kendala terbesar untuk mendapatkan KPR atau KPA dan DP nol persen. 

"Dari 432 responden Rumah.com Consumer Sentiment Study (CSS) yang belum punya rumah, lebih dari setengahnya mengaku terhambat oleh masalah ini," ujarnya, Rabu (15/9/2021). 

Penyedia KPR dan KPA umumnya meminta slip gaji bulanan untuk menghitung plafon kredit. Padahal, banyak pula calon konsumen yang tidak bekerja di perusahaan atau punya gaji bulanan yang stabil, termasuk para pengusaha, pedagang, dan wiraswasta

Di sisi lain, para calon konsumen juga mengaku terhambat oleh tingginya plafon kredit dan uang muka. Cicilan bulanan dari KPR atau KPA yang mereka ajukan sudah di luar kemampuan.

Walaupun banyak yang masih mengeluhkan kendala terkait KPR dan KPA, para responden Rumah.com Consumer Sentiment Study (CSS) mengaku terbantu dengan adanya kebijakan DP nol persen baru-baru ini. 

"Sebanyak 46 persen dari total 1031 responden menilai hilangnya biaya uang muka saat membeli properti sangat membantu masyarakat dalam mendapatkan hunian idaman di tengah pandemi Covid-19. Sementara itu, sebanyak 19 persen responden bersikap netral dan delapan persen mengaku tidak terbantu oleh DP nol persen," tuturnya. 

Marine menuturkan meski demikian, ada beberapa responden Rumah.com Consumer Sentiment Study (CSS) yang sudah pernah mengajukan KPR dan KPA saat DP nol persen berlaku. Namun sebagian besar gagal dalam pengajuan KPR dengan DP nol persennya.

"Beberapa responden melihat kebijakan DP nol persen membantu dalam jangka pendek, namun akan memberatkan dalam jangka panjang," katanya. 

Sejalan dengan persepsi tersebut, ke depannya, sebanyak 88 persen responden Rumah.com Consumer Sentiment Survey (CSS) berharap pemerintah kembali menurunkan suku bunga untuk KPR dan KPA sehingga meringankan kewajiban cicilan konsumen. 

"Dibandingkan semester I/2021, jumlah responden yang punya harapan serupa terus bertambah," ucapnya. 

Menurut Marine, apa yang diharapkan masyarakat sebenarnya sudah terlaksana, meski tidak sesignifikan yang diharapkan. Grafik suku bunga kredit perumahan di Indonesia sebenarnya terus menurun, sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia 7-Days Repo Rate (BI 7DRR).

Suku Bunga BI 7DRR turun sebesar 75 bps dalam 12 bulan terakhir, sementara suku bunga KPR turun sebesar 36 bps pada rentang yang sama.

"Namun di tengah ketidakpastian masa pandemi Covid-19, konsumen masih menginginkan pengurangan suku bunga yang lebih besar agar KPR dan KPA makin terjangkau bagi mereka," tuturnya.

Selain soal suku bunga, lanjutnya, para calon konsumen juga ingin terbebas dari beban Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pajak yang wajib dibayarkan saat membeli properti ini dinilai menambah biaya dalam transaksi. 

"Konsumen ingin BPHTB dikurangi agar harga rumah dan apartemen lebih terjangkau," kata Marine. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper