Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Asia Tenggara Masih Rentan di Tengah Kebijakan Pembatasan Aktivitas

Negara-negara di Asia Tenggara sedang lesu baik akibat dampak perekonomian dari lockdown yang berturut-turut dan rasa kelelahan yang meningkat saat krisis berlarut-larut.
Muda mudi menikmati pemandangan sore hari di pinggir sebuah sungai Vietnam. Bloomberg
Muda mudi menikmati pemandangan sore hari di pinggir sebuah sungai Vietnam. Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Tidak seperti Eropa dan Amerika Serikat yang sudah mulai membuka kembali aktivitas bisnisnya, Asia Tenggara yang menjadi kawasan dengan tingkat vaksinasi rendah, masih sangat rentan.

Namun, dengan stimulus dan kebijakan moneternya, lockdown sulit untuk dipertahankan. Saat ini, tingkat kematian di kawasan ini telah melewati rata-rata global sebesar 0,20 sehingga membuat mereka terperosok ke rangking bawah di peringkat ketahanan terhadap Covid-19 yang dilakukan Bloomberg.

Vietnam, Thailand, dan Malaysia menjadi yang terparah dengan rata-rata kematian berturut-turut 2,54 persen, 1,82 persen, dan 1,81 persen.

Penutupan pabrik-pabrik di Asia Tenggara telah menganggu rantai pasok dunia, di mana Toyota Motor Corp. memangkas produksi dan peritel fesyen seperti Abercrombie & Fitch Co. telah memperingatkan bahwa saat ini situasinya di luar kendali.

“Ini adalah keseimbangan yang rumit antara kehidupan dan mata pencaharian," kata Ekonom Australia & New Zealand Banking Group Ltd. Krystal Tan seperti dikutip Bloomberg, Senin (13/9/2021)

Singapura dengan tingkat vaksinasi tertinggi di dunia juga menghadapi situasi yang sulit. Menurut Tan, dengan sistem buka tutup lockdown akan berisiko lebih tinggi jika cakupan kasus Covid-19 cukup rendah.

Namun, pemerintah mulai khawatir jika pembatasan aktivitas diberlakukan terlalu lama, di tengah vaksinasi yang rendah. Malaysia memangkas pertumbuhan ekonominya pada 2021 menjadi 3 persen sampai 4 persen.

Kecemasan sosial yang terjadi juga telah membuahkan perubahan rezim setelah perpanjangan lockdown memicu tingkat kehilangan pekerjaan, meski kasus juga tidak menunjukkan penurunan.

Kendati proyeksi pertumbuhan di Vietnam (6 persen) dan Singapura (7 persen) cukup mengesankan, mereka dihadapkan dengan macetnya rantai pasok global dan berkurangnya selera investor pada kawasan yang dinamis.

Harapan pemulihan ekonomi dari bangkitnya pariwisata Thailand juga telah pupus.

Menurut ekonom Oversea-Chinese Banking Corp. Wellian Wiranto, negara-negara di Asia Tenggara sedang lesu baik akibat dampak perekonomian dari lockdown yang berturut-turut dan rasa kelelahan yang meningkat saat krisis berlarut-larut.

“Harapan pembukaan kembali perbatasan yang luas yang dapat memfasilitasi arus perdagangan dan pariwisata di berbagai negara Asean akan tetap menjadi mimpi yang masih sangat jauh,” kata Wiranto.

Kementerian Perdagangan Vietnam memperingatkan bulan ini bahwa mereka berisiko kehilangan pelanggan luar negeri karena pembatasan ketat yang telah menutup pabrik.

Kamar Dagang Eropa di Vietnam memperkirakan bahwa 18 persen anggotanya telah memindahkan sebagian produksi mereka ke negara lain untuk memastikan rantai pasok mereka berjalan.

Sementara itu, Indonesia sebagai ekonomi terbesar di kawasan lebih memilih kebijakan jangka panjang, seperti aturan soal wajib memakai masker daripada memilih sistem buka tutup pembatasan aktivitas.

Indonesia juga telah menyusun peta jalan pada wilayah tertentu seperti perkantoran dan sekolah untuk menerapkan peraturan new normal.

Adapun untuk negara seperti Filipina dan Vietnam, mereka lebih memilih untuk memberlakukan pembatasan mobilitas di zona tertentu seperti jalanan bahkan rumah.

Peraturan mengenai vaksinasi juga diterapkan di sejumlah tempat umum di Jakarta, misalnya harus menunjukkan kartu vaksin ketika memasuki mal dan tempat ibadah. Di Malaysia, warga yang hendak menonton bioskop juga harus menunjukkan bukti vaksinasi.

Sementara itu, restoran di Singapura mensyaratkan status vaksin bagi pengunjung. Otoritas di Manila tengah mempertimbangkan vaccine bubbles di wilayah perkantoran dan transportasi publik.

Kendati strategi ini dinilai dapat mengurangi keparahan terhadap dampak ekonomi, terdapat risiko tidak meratanya distribusi vaksin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper