Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekan Impor, GIMNI Dorong Pengembangan Produk Industri Oleokimia

Pemerintah dan para pemangku kepentingan mengidentifikasi perluasan produk dari industri oleokimia bernilai tinggi yang bisa dikembangkan di dalam negeri. Harapannya, oleokimia sebagai turunan sawit dapat berkontribusi lebih besar terhadap kinerja produk domestik bruto (PDB).
Ilustrasi oleokimia. /Istimewa
Ilustrasi oleokimia. /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Industri oleokimia masih menyimpan potensi mengembangkan produk untuk meningkatkan nilai tambah. 

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga memberikan contoh, gliserin sebagai bahan turunan oleokimia yang masih bisa dikembangkan menjadi propilen dan propanol dengan harga jual lebih tinggi.

"Kalau gliserin ada di harga US$200-US$250 per ton, tapi produk tadi [propilen dan propanol] bisa US$700-US$800 per ton, ini gliserin ngapain kita ekspor," ujarnya dalam webinar, Kamis (9/9/2021).

Sahat mendorong pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi perluasan jenis produk bernilai tinggi yang bisa dikembangkan di dalam negeri. Harapannya, oleokimia sebagai turunan sawit dapat berkontribusi lebih besar terhadap kinerja produk domestik bruto (PDB).

Asosiasi Pengusaha Oleokimia Indonesia (Apolin) mencatat kapasitas produksi dalam negeri mencapai 11,3 juta ton tahun lalu. Pasar domestik diperkirakan akan tumbuh sekitar 10–12 persen pada tahun ini dengan volume 1,98–2,02 juta ton. Permintaan oleokimia dalam negeri diantaranya untuk menyuplai bahan baku untuk produk perawatan dan kosmetik, industrial fatty acid, industrial fatty alcohol, dan sebagainya.

Sementara itu kinerja ekspor diperkirakan akan tumbuh 17 persen hingga 22 persen dengan volume sekitar 4,4 juta ton hingga 4,7 juta ton. Nilainya mencapai US$4,84 miliar hingga US$5,17 miliar.

Sahat melanjutkan, dengan pengembangan produk bernilai jual lebih tinggi, akan ada penghematan impor bahan-bahan tersebut.

"Kita akan bisa menghemat US$18-20 juta impor propilen dan propanol," ujarnya.

Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika mengatakan upaya hilirisasi produk sawit hingga tahun lalu telah berhasil menyerap 80 persen bahan baku menjadi produk turunan. Dia memperkirakan hanya tersisa 15 persen saja yang masih dijual dalam bentuk mentah.

Hingga kini terdapat 160 jenis produk di industri hilir yang telah dihasilkan baik di sektor pangan, bahan kimia, oleokimia, hingga bahan bakar baru terbarukan.

Putu mendorong efisiensi produksi setelah keluarnya insentif harga gas bumi US$6/MMBTU yang mulai diterapkan pada April 2021. Selain itu, dia juga menyebut eksplorasi komersial juga memainkan peran penting dalam pengembangan industri.

"Pemerintah menyediakan tax deduction sebesar 300 persen untuk penelitian-penelitian yang bisa dikomersilkan. Ini akan bisa membantu terus meningkatkan nilai dari produk oleokimia," ujar Putu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper