Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surplus Besar, Petani Minta Pemerintah Lanjutkan Moratorium Sawit

Indonesia menikmati surplus pasokan mendekati 5 juta ton setiap tahunnya. Tetapi, pasokan sawit yang surplus terlalu besar bisa berdampak negatif pada rantai pasok.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Serikat petani berharap kebijakan moratorium sawit dapat berlanjut, seiring dengan berakhirnya Inpres No. 8/2018  tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit pada 19 September 2021.

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto menilai jumlah izin perkebunan sawit di Indonesia sudah banyak dengan luas area tutupan sawit mencapai 16,38 juta hektare. Dengan cakupan luas tersebut, Indonesia masih menikmati surplus pasokan mendekati 5 juta ton setiap tahunnya.

“Kalau pemerintah memutuskan untuk tidak memperpanjang akan berbahaya bagi sawit Indonesia. Produksi kita selama moratorium sudah surplus. Jika ditambah dengan peningkatan produktivitas dan pemberian izin perkebunan baru, akan kontradiktif dengan program peremajaan sawit rakyat,” kata dia, Senin (6/9/2021).

Darto mengemukakan pasokan sawit yang surplus terlalu besar bisa berdampak negatif pada rantai pasok. Harga sawit berisiko turun dan serapan produksi perkebunan rakyat bisa tidak optimal.

Selain itu, dia menyebutkan kehadiran moratorium sejatinya menjadi momentum bagi Indonesia untuk menepis stigma negatif yang kerap melekat pada komoditas perkebunan tersebut. Komitmen menunda izin perkebunan baru, kata Darto, merupakan bukti bahwa pemerintah serius menyelesaikan masalah deforestasi.

“Poinnya, komitmen keberlanjutan, perbaiki kemitraan petani rakyat dan perusahaan, dan perbaiki stigma buruk sawit. Pelaku usaha dan pemerintah harus mengubah pandangan bahwa ekonomi sawit semata-mata dicapai melalui pembukaan lahan dan lebih utama dari alam. Pandangan ini perlu diubah,” katanya.

Mengutip data Gapki, stok akhir sawit memperlihatkan kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Stok akhir berjumlah 3,26 juta ton dan pada 2019 menjadi 4,59 juta ton. Stok akhir minyak sawit menyentuh 4,86 juta ton pada 2020.

Ekonom pertanian dari IPB University Bayu Krisnamurthi mengatakan keputusan mengenai kebijakan moratorium sawit perlu dilihat secara komprehensif. Hal ini mengingat moratorium terhadap izin perkebunan kelapa sawit telah berjalan sejak 2011.

“Pertimbangan yang terpenting adalah apakah perangkat untuk mencegah deforestasi yang tidak bertanggung jawab sudah diterapkan dengan sebaik-baiknya. Jika diperpanjang, maka kondisi yang sudah terjadi 10 tahun terakhir akan berlanjut,” katanya.

Tanpa adanya izin pembukaan lahan bar, Bayu mengemukakan industri sawit di dalam negeri tetap berkembang. Hal ini tecermin dari terus membaiknya produksi dan pasar yang terus berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper