Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KADI: Bea Masuk Anti Dumping Bukan Melarang Impor

Bea masuk anti dumping (BMAD) kerap disalahartikan sebagai upaya melarang impor.
Sejumlah truk mengantre muatan peti kemas di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/2/2020). /Antara Foto/Didik Suhartono
Sejumlah truk mengantre muatan peti kemas di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/2/2020). /Antara Foto/Didik Suhartono

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang paling banyak menginisiasi penyelidikan anti dumping. Namun, aktivitas pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) bukan dimaksudkan untuk melarang impor, melainkan untuk mendukung pemulihan industri di dalam negeri.

Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Donna Gultom menjelaskan instrumen trade remedies (TR) menjadi mekanisme yang diizinkan digunakan oleh negara anggota WTO. Lewat instrumen ini, negara dapat memberlakukan bea masuk tambahan atas produk impor yang bermuatan subsidi atau dumping jika impor terbukti mengakibatkan kerugian bagi industri di dalam negeri.

“Sering sekali pengenaan BMAD [bea masuk antidumping] dan BMI [bea masuk imbalan] disalahartikan untuk menutup keran impor dan mengenakan bea masuk terhadap seluruh negara impor, itu sangat salah. BMAD dan BMI dimaksudkan untuk mengobati [remedy] kerugian [injury] akibat praktik dumping maupun pengenaan subsidi oleh negara pengekspor,” kata Donna kepada Bisnis, Sabtu (5/9/2021).

Sejak berdiri pada 1996, KADI tercatat telah menyelidiki 80 kasus di mana 46 di antaranya berakhir dengan pengenaan BMAD. Sementara berdasarkan data WTO, total kasus yang diinisiasi Indonesia berjumlah 140, merujuk pada jumlah negara yang menjadi sasaran penyelidikan.

Donna mengemukakan bahwa mekanisme penyelidikan dan penerapan kebijakan antidumping maupun antisubsidi di Indonesia berbeda dengan negara lain. Di Indonesia, penyelidikan praktik dumping dan subsidi dilakukan oleh KADI, semengara yang menetapkan bea masuk, baik BMAD maupun BMI, adalah pemerintah berdasarkan hasil penyelidikan dan rekomendasi.

“Namun tidak selamanya apa yang direkomendasikan oleh KADI diputuskan untuk tidak dikenakan oleh pemerintah. Indonesia menjadi inisiator tertinggi di Asean, tetapi hasilnya banyak yang tidak diterapkan,” tutur Donna.

Rekomendasi KADI akan di bahas di tingkat kementerian atau lembaga (Pertimbangan Kepentingan Nasional), sehingga tidak selalu berujung pada pengenaan bea masuk.

“Pelarangan impor tidak diperbolehkan oleh WTO. Yang diperbolehkan hanyalah bea masuk berupa tarif MFN [most favourable nations] untuk semua negara anggota WTO atau tarif dalam rangka FTA. Trade remedies adalah hak setiap anggota untuk melindungi industrinya dari praktik curang,” kata Donna.

Sebelumnya, dalam paparan mengenai implementasi hambatan nontarif di hadapan Komisi VII DPR RI, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan produk luar negeri mudah masuk ke dalam negeri akibat rendahnya implementasi trade remedies.

Berdasarkan data Kemenperin, Indonesia tercatat hanya menerapkan 102 tindakan pengamanan. Sementara China sebanyak 1.020 safeguard, Thailand sebanyak 226, dan Filipina 307.

“Di Indonesia hanya 102. Telanjang kita. Begitu gampang produk luar negeri masuk ke Indonesia,” kata Agus.

Hal serupa, lanjut Agus, terlihat pada penerapan antidumping di mana Indonesia hanya menerapkan pada 48 produk. Sementara India sebanyak 280 dan Filipina 250.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper