Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mangkrak? KAI: Modal Belum Disetor

KAI menyebut konsorsium Indonesia belum menyetorkan modal awal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Aktivitas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di salah satu tunnel atau terowongan di kawasan Tol Purbaleunyi KM 125, Cibeber, Cimahi Selatan, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020). Bisnis/Rachman
Aktivitas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di salah satu tunnel atau terowongan di kawasan Tol Purbaleunyi KM 125, Cibeber, Cimahi Selatan, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI Salusra Wijaya mengatakan konsorsium Indonesia masih belum menyetor modal awal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung senilai Rp4,3 triliun.

Menurutnya, persoalan setoran modal itu juga membuat pembahasan mengenai restrukturisasi dengan kreditur, yaitu China Development Bank (CDB) menjadi alot. Padahal, upaya restrukturisasi tersebut merupakan salah satu langkah menekan bengkaknya biaya proyek strategi nasional itu.

"Setoran modal itu belum kita penuhi. Itu basic sekali, belum kita setor lagi, Rp4,3 triliun belum kita lakukan," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, dikutip Kamis (2/9/2021).

Salusra menyebut secara hukum seharusnya pihak Indonesia sudah terkena event of default karena hal itu masuk ke dalam pemenuhan modal dasar. Oleh karenanya, konsorsium Indonesia pun sudah mengajukan penundaan setoran modal dasar dari Desember 2020 ke Mei 2021.

Meski begitu, dia mengaku restructuring dengan kreditur dari CDB terus dilakukan karena persyaratan utama setoran modal itu belum terpenuhi.

"Ini sudah kita ajukan dan belum ada jawaban dari pihak China bahwa disetujui penundaan setoran modal ini," katanya.

Lebih lanjut dia menuturkan, biaya awal proyek sepur kilat itu sebenarnya adalah US$6,07 miliar. Rinciannya, sekitar US$4,8 miliar adalah biaya konstruksi atau EPC. Sementara itu, US$1,3 miliar adalah biaya non-EPC.

Namun setelah dihitung pada November 2020, biaya tersebut ternyata melar menjadi US$8,6 miliar. Selanjutnya, berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan, biaya proyek itu kembali naik lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan lantaran pembebasan lahan.

Perkiraan dari konsultan PSBI berada di dalam skenario low and high. Skenario rendah di US$9,9 miliar dan tinggi di US$11 miliar. Artinya, ujar Salusra, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar US$3,8 miliar hingga US$4,9 miliar atau sekitar Rp69 triliun.

Sementara itu Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo menilai perlu adanya dukungan pemerintah yang sangat besar. Apakah kemudian pembangunan ini mangkrak, dia menyebut permasalahannya harus diselaikan end-to-end karena ini proyek dua negara yang harus dijaga.

"Kami akan selesaikan secara governance dan dukungan dari empat menteri yaitu BUMN, Perhubungan, Maritim, dan Keuangan berpesan bahwa koreksi ini sifatnya harus end-to-end, kita selesaikan semuanya untuk kebaikan negara ini," tekannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmi Yati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper