Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilik Ambisi Pajak Impor Karbon Uni Eropa

Mulai 2023 hingga 2025, UE akan memantau informasi yang dilaporkan perusahaan tentang emisi mereka. Baru setelah itu, CBAM akan berlaku mulai 2026.
Lambang Uni Eropa terpampang di depan gedung Parlemen Eropa di Brussels, Belgia, Rabu (27/5/2020)./Bloomberg-Geert Vanden Wijngaert
Lambang Uni Eropa terpampang di depan gedung Parlemen Eropa di Brussels, Belgia, Rabu (27/5/2020)./Bloomberg-Geert Vanden Wijngaert

Bisnis.com, JAKARTA - Uni Eropa mencanangkan pungutan impor karbon pertama di dunia. Sementara langkah tersebut dinilai akan meningkatkan biaya komoditas dan mengubah rute perdagangan, dampaknya terhadap pemangkasan emisi global ternyata tak signifikan.

Para ahli telah memperingatkan bahwa inisiatif bernama carbon border adjustment mechanism (CBAM) itu akan mempengaruhi produsen baja, semen, dan alumunium di negara-negara dengan aturan lingkungan yang lebih longgar.

Meski demikian, membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat menerapkannya dengan dampak yang terbatas pada emisi global.

Bagi Uni Eropa (UE), CBAM merupakan sumber pendapatan baru yang potensial, berkisar antara 5 miliar euro hingga 14 miliar euro per tahun. Langkah itu diharapkan akan dilaksanakan dalam dua tahap.

Mulai 2023 hingga 2025, UE akan memantau informasi yang dilaporkan perusahaan tentang emisi mereka. Baru setelah itu, CBAM akan berlaku mulai 2026.

"Implementasi bisa menjadi mimpi buruk logistik. Ada sedikit transparansi seputar emisi karbon yang terkait dengan produk. Menentukan negara asal produk juga bisa menjadi masalah," kata James Whiteside, kepala penelitian multi-komoditas global di Wood Mackenzie, dilansir Bloomberg, Selasa (31/8/2021).

Sejumlah pihak berpendapat bahwa retribusi tersebut merupakan dorongan atau bahkan ancaman dari UE agar negara mitra dagang menyesuaikan diri dengan ambisi iklimnya.

Eropa diketahui ingin mengurangi emisinya sebesar 55 persen pada 2030 menuju nol karbon pada pertengahan abad ini. Untuk melakukan itu, industri padat energi dikenakan pajak untuk polusi yang dihasilkannya.

Kini, blok itu mendorong mitra dagangnya untuk membayar juga guna menjaga keseimbangan dengan produsen dalam negeri.

"Selama instalasi industri di luar UE tidak tunduk pada tindakan ambisius serupa, upaya ini dapat kehilangan pengaruhnya,” kata Paolo Gentiloni, Komisaris Ekonomi Eropa.

Produsen baja Rusia, yang pabriknya lebih banyak mencemari daripada negara-negara Eropa lainnya, akan menjadi yang paling terpukul. Ini mungkin akan mendorong produsen seperti Severstal PJSC dan Novolipetsk PJSC untuk meningkatkan profil emisi mereka jika ingin tetap melakukan pengiriman ke pasar ekspor terbesar mereka.

Analis memperkirakan pungutan tersebut akan menciptakan premi tambahan untuk logam yang diproduksi menggunakan energi hijau, sementara produsen utama Rusia United Co. Rusal mengatakan tindakan itu akan memicu kenaikan harga aluminium secara global.

Konsumen Eropa sangat bergantung pada impor, dan memberlakukan pungutan tersebut dapat mempercepat permintaan aluminium hijau yang saat ini kekurangan pasokan.

Namun, para kritikus terhadap tindakan tersebut berpendapat bahwa itu mungkin terbukti tidak efektif dalam mendorong produsen di luar blok untuk mendukung upaya iklim serupa.

"Proposal tersebut tidak akan berkontribusi untuk mengurangi emisi CO2 global di seluruh sektor kami, tetapi akan mempercepat tren kebocoran investasi dan ketenagakerjaan yang dialami industri Eropa selama beberapa dekade terakhir," kata Gerd Gotz, Direktur Jenderal asosiasi industri Aluminium Eropa.

Banyak Gesekan

CBAM juga menyebabkan ketidaknyamanan diplomatik dengan negara-negara seperti China hingga Rusia, yang memperingatkan bahwa hal itu dapat melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia. Hal ini telah diakui oleh Uni Eropa.

"Kita akan melihat banyak gesekan dan ketegangan selama dua hingga tiga tahun ke depan. Eropa akan menjadi laboratorium global untuk dekarbonisasi mendalam dan dunia akan memiliki kesempatan untuk belajar bagaimana mencapai target iklim," kata Simon Tagliapietra, peneliti di lembaga Bruegel di Brussel.

Sementara itu, retribusi baru ini kemungkinan tidak akan banyak membantu untuk menekan emisi gas rumah kaca. Dengan penyesuaian batas karbon sebesar US$44 per metrik ton, PBB memperkirakan emisi hanya akan turun 27 juta ton atau 0,1 persen dari total. Pada harga US$88, jumlahnya akan turun 45 juta ton. Harga karbon di UE saat ini sekitar 53 euro (US$62) per ton.

Perkiraan tersebut diperkuat pernyataan lembaga think tank Jerman Bertelsmann Stiftung, yang mengatakan itu hanya akan mengarah pada pengurangan 0,2 poin persentase tambahan dalam jumlah CO2 yang dibuang ke atmosfer secara global. Adapun alternatif yang lebih ambisius adalah harga karbon minimum global, tetapi itu terlihat lebih sulit untuk dilakukan.

Bagaimanapun, aturan ini masih membutuhkan persetujuan dari setiap pemerintah nasional blok dan parlemen Eropa. Hal itu memberi perusahaan jeda waktu yang cukup untuk melakukan lobi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper