Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berat, Begini Gambaran Kondisi Industri Manufaktur Saat ini

Lonjakan kasus Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir telah memberikan dampak pada kegiatan manufaktur. Padahal hingga Juni 2021, PMI Manufaktur masih berada pada level ekspansif atau lebih dari 50.
Kondisi pabrik tekstil sebelum pandemi Covid-19. /Istimewa
Kondisi pabrik tekstil sebelum pandemi Covid-19. /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha merinci sejumlah kondisi akibat tekanan dari melunjaknya kasus Covid-19 yang membuat pemerintah menginjak rem darurat dalam beberapa pekan terakhir ini.

Seiring dengan hal itu, hari ini IHS Markit pun melaporkan perolehan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode Juli yang berada di posisi kontraksi 40,1. Hal itu setelah delapan bulan berturut-turut mencatatkan level ekspansif di atas poin 50 sejak Juni 2020 lalu.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan mayoritas pelaku usaha saat ini harus merasakan dampak negatif. Industri manufaktur bahkan tak sedikit yang terancam kembali melakukan pengurangan karyawan.

Arsjad mencontohkan pada industri tekstil dan produk tekstil atau TPT yang saat ini sulit menjalankan produksi dengan ketentuan yang berlaku.

"Industri TPT ingin sekali dapat bekerja dengan protokol kesehatan ketat agar tidak perlu merumahkan karyawannya. Bahkan, industri keramik juga melaporkan bahaya ancaman merumahkan hingga 20.000 pegawai tanpa gaji," katanya kepada Bisnis, Senin (2/8/2021).

Arsjad menyebut sektor industri yang berorientasi ekspor juga terancam tidak dapat memenuhi kebutuhan pembelinya jika hanya sedikit yang masuk. Belum lagi, adanya kewajiban penutupan wilayah kerja jika ada yang terinfeksi juga semakin menyulitkan industri.

Di luar sektor manufaktur, Arsjad juga mendapati laporan dari sektor transportasi yang menjadi sektor paling berat jika pendemi terus berlangsung. Selanjutnya tentu sektor terkait yakni hotel, restoran, kafe atau Horeka.

"Sektor ritel terutama mall juga melaporkan ancaman akan PHK 30 persen dari total pegawai di mall sekitar 280.000 pegawai sedangkan supermarket malahan sudah berguguran selain karena pendemi juga karena pola belanja yang berubah seperti Giant yang sudah resmi tutup," ujarnya.

Arsjad menilai dengan tekanan yang berat tersebut industri masih tetap harus membayarkan beban operasional wajib mulai dari listrik, pinjaman, hingga gaji karyawan.

Oleh karena itu, menurutnya, Kadin akan tetap berupaya menjadi jembatan bagi pemerintah, pengusaha, pekerja dalam menghubungkan kesenjangan antara pendapatan yang hilang dan kewajiban yang masih ada.

"Pada prinsipnya, kami juga memahami saat ini seluruh pihak baik pemerintah, pekerja, dan masyarakat sama-sama banyak yang kehilangan pendapatan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ipak Ayu
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper