Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setoran Sektor Migas Masih Perkasa di Tengah Pandemi

Di tengah tekanan yang menimpa sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) pada tahun lalu akibat merebaknya Covid-19 di seluruh dunia, sektor migas masih mampu memberikan setoran sebesar Rp70,45 triliun ke negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Platform migas lepas pantai. Istimewa/SKK Migas
Platform migas lepas pantai. Istimewa/SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA—Sektor minyak dan gas bumi terbukti masih mampu membuktikan menjadi salah satu industri yang tahan banting di tengah kondisi pandemi, dengan capaian setoran ke negara dalam jumlah besar dibandingkan dengan sektor sumber daya alam nonmigas.

Di tengah tekanan yang menimpa sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) pada tahun lalu akibat merebaknya Covid-19 di seluruh dunia, sektor migas masih mampu memberikan setoran sebesar Rp70,45 triliun ke negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Jumlah itu masih lebih besar jika dibandingkan dengan PNBP dari sektor sumber daya alam (SDA) nonmigas atau mineral dan batu bara (minerba). Pada periode yang sama, sektor minerba memberikan pemasukan ke negara sebesar Rp34,63 triliun.

Secara historis, PNBP dari sektor migas memang selalu mendominasi pemasukan negara dari sektor SDA. Kementerian ESDM mencatat, setoran sektor migas untuk negara pada 2016 adalah senilai US$62,66 triliun, dan meningkat jadi Rp112,46 triliun pada 2017.

PNBP dari sektor migas menyentuh angka tertingginya dalam lima tahun terakhir pada 2018 dengan realisasi senilai Rp149,85 triliun. Sementara itu, pada 2019 realisasi PNBP sektor migas tercatat senilai Rp127,73 triliun.

Adapun, pemasukan negara dari sektor migas berasal dari penerimaan bagian negara atas hasil eksploitasi sumber daya alam minyak dan/atau gas bumi setelah memperhitungkan kewajiban pemerintah atas kegiatan usaha hulu migas sesuai kontrak dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemasukan juga didapatkan atas jasa informasi potensi lelang Wilayah Kerja (WK) migas (Bid Document) dan bonus tanda tangan (signature bonus) yang menjadi kewajiban kontraktor.

Di sisi lain, setoran sektor SDA nonmigas pada 2016 tercatat hanya Rp27,12 triliun, Rp40,62 triliun pada 2017, serta Rp50 triliun pada 2018 dan menjadi yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Sementara itu, setoran sektor SDA nonmigas pada 2019 tercatat Rp44,93 triliun.

Penerimaan negara dari sektor SDA nonmigas berasal dari pendapatan iuran tetap, pendapatan royalti, penjualan hasil tambang, pencadangan wilayah dan cetak peta, serta pendapatan anggara lain-lain.

Lebih lanjut, di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung tahun ini, sektor migas masih dapat memberikan setoran dalam jumlah besar. Dari sektor hulu migas sepanjang semester I/2021 telah mencatatkan PNBP senilai US$6,67 miliar, atau Rp96,7 triliun.

Realisasi itu telah mencapai 91,7 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2021 senilai US$7,28 miliar.

Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan bahwa realisasi penerimaan negara itu tidak terlepas dari harga minyak yang berangsur membaik setelah sempat jatuh pada 2020.

Dengan capaian saat ini, Dwi menyakini penerimaan negara dari sektor hulu migas pada akhir 2021 akan mencapai Rp154 triliun.

“Harga ICP menunjukkan kenaikan, bahkan per Juni 2021 mencapai US$70,23 per barel. Momentum ini akan kami gunakan secara maksimal untuk mendorong KKKS agar lebih agresif dalam merealisasikan kegiatan operasi,” ujar Dwi dalam paparannya baru-baru ini.

Dwi menambahkan, penerimaan negara yang maksimal juga merupakan upaya usaha hulu migas mengoptimalkan kegiatan dan biaya.

Kegiatan yang dilakukan, antara lain melalui pemilihan prioritas kegiatan work order, maintenance routine, dan inspection, serta efisiensi general administration, khususnya akibat adanya pembatasan kegiatan.

“Upaya ini berhasil membuat biaya per barel pada semester I/2021 sebesar US$12,17 per barel minyak ekuivalen, lebih rendah dibandingkan dengan semester I/2020 sebesar US$13,71 per barel minyak ekuivalen,” jelas Dwi.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat, sektor migas memang menjadi tulang punggung penerimaan negara baik dari segi PNBP maupun pajak, terlebih pada saat harga minyak dalam posisi yang cukup bagus.

Menurut Mamit, untuk membuat industri ini tetap dalam kondisi baik dan menarik, perlu adanya relaksasi lain yang di lakukan oleh pemerintah, terutama dari sektor fiscal.

“Saya kira, jika memang bisa menumbuhkan iklim investasi yang berujung pada peningkatan pendapatan, terutama PNBP tidak ada salahnya pemerintah berkurang penerimaannya. Sama halnya waktu pemerintah mengambil keputusan untuk mengurangi peneriman saat harga gas US$6 per MMbtu,” katanya kepada Bisnis, Kamis (22/7/2021).

Dia menambahkan, pemerintah perlu sedikit berkorban agar iklim investasi dalam negeri menarik dan atraktif dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Vietnam, dan Thailand.

“Selain itu, saya kira kepastian hukum perlu disegerakan terkait dengan revisi UU Migas Nomor 22/2001 yang saat ini belum selesai,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Lili Sunardi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper