Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DEN: Kemenkeu Perlu Evaluasi Dampak Penerimaan Pajak dari Harga Gas US$MMbtu

Evaluasi ini juga untuk memastikan penerimaan bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menjaga nilai keekonomian lapangan migas.
Petugas memeriksa saluran pipa milik PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. di Jakarta./JIBI-Abdullah Azzam
Petugas memeriksa saluran pipa milik PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. di Jakarta./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Energi Nasional (DEN) meminta Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi kebijakan harga gas US$6 mmbtu. Pasalnya, kebijakan harga gas untuk 7 industri itu telah menurunkan penerimaan negara cukup besar.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan langkah evaluasi kebijakan harga gas US$6 metric british thermal unit (MMbtu) diperlukan untuk memastikan bahwa keuangan negara tetap sehat.

Evaluasi, katanya, juga untuk memastikan penerimaan bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menjaga nilai keekonomian lapangan migas.

“Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, perlu melakukan evaluasi terhadap dampak penerimaan pajak yang diakibatkan dari harga gas sebesar US$6 MMbtu,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (24/6/2021).

Satya menyampaikan itu pada diskusi daring “Efektivitas Kebijakan Harga Gas dalam Meningkatkan Daya Saing Industri Indonesia.” Dia juga meminta Kementerian Perindustrian untuk melakukan evaluasi mengenai kontribusi 7 sektor industri penerima harga gas murah terhadap penerimaan negara.

Menurutnya, perlu ada simulasi untuk mengetahui risiko dan dampak kebijakan harga gas US$ 6 ke depan. Hal itu bertujuan agar Kemenkeu selaku bendahara negara bisa melihat bahwa harga gas murah itu benar-benar berdampak terhadap penerimaan PNPB di sektor lain dan pajak yang diakibatkan dari pertumbuhan industri.

"Kami di DEN siap untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi terkait dampak kebijakan ini," katanya.

Seperti diketahui, Kebijakan harga gas US$ 6 MMbtu tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 89K Tahun 2020 dan Nomor 91K Tahun 2020. Terdapat 7 sektor industri yang menikmati subsidi energi dari pemerintah ini.

Ketujuh industri itu ialah industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Sesuai beleid tersebut, Menteri ESDM dapat melakukan evaluasi kebijakan harga tersebut setiap tahun, atau sewaktu-waktu dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam negeri.

Arief Setiawan Handoko, Deputi Keuangan & Monetisasi SKK SKK Migas mengatakan sepanjang tahun 2020, potensi pendapatan negara dari hulu migas yang hilang akibat harga gas US$ 6 MMbtu mencapai USD$937 juta atau lebih dari Rp13,58 triliun (asumsi Rp 14.500/US$).

Dia menuturkan pendapatan negara dari hulu migas selama tahun 2020 hanya mencapai US$460 juta. Jumlah itu jauh dibawah proyeksi awal ketika kebijakan harga gas US$6 itu diberlakukan pada bulan Juni 2020 yakni senilai US$ 1,39 miliar.

"Dari sektor industri kontribusinya hanya US$166 juta dari proyeksi awal US$227 juta. Pupuk hanya berkontribusi US$54 juta dari target US$104 juta. Target penerimaan negara dari PLN sebesar US$1,06 miliar hanya terealisasi US$ 240 juta," katanya.

Arief menyebutkan sebelum kebijakan penyesuaian harga gas US$6 diimplementasikan, realisasi penerimaan pajak dari 7 sektor industri tertentu pada 2019 bisa mencapai Rp44,89 triliun, sementara pada 2020 nilainya turun menjadi Rp40,09 triliun.

Dia menjelaskan hanya industri oleochemical dan sarung tangan yang mencatat pertumbuhan positif, sementara sektor pengguna gas bumi lainnya penerimaan pajaknya turun. Penurunan pendapatan pajak ini pun berlanjut ke kuartal I/2021. Pada 3 bulan pertama tahun ini, realisasi pajaknya hanya Rp10,23 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Thomas Mola
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper