Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit APBN Hasil Audit BPK Lebih Lebar dari Hitungan Pemerintah, Naik jadi 6,14 Persen

Berdasarkan perhitungan Kementerian Keuangan sebelum diaudit, defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp956,3 triliun atau 6,09 persen dari PDB. Meski begitu, realisasi hasil audit BPK ini masih di bawah batas atas, yaitu 6,34 persen.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (8/12/2020)./Antara-M Risyal Hidayat
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (8/12/2020)./Antara-M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2020. Realisasi defisit lebih lebar dari hitungan pemerintah sebelumnya.

“Defisit anggaran tahun 2020 dilaporkan sebesar Rp947,70 triliun atau 6,14 persen dari produk domestik bruto (PDB),” kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat membacakan laporan pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (22/6/2021).

Berdasarkan perhitungan Kementerian Keuangan sebelum diaudit, defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp956,3 triliun atau 6,09 persen dari PDB. Meski begitu, realisasi hasil audit BPK ini masih di bawah batas atas, yaitu 6,34 persen.

Firman menjelaskan bahwa realisasi pembiayaan 2020 mencapai Rp1.193,29 triliun atau sebesar 125,91 persen dari nilai defisitnya. Dengan begitu, terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,59 triliun.

Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari penerbitan surat berharga negara, pinjaman dalam negeri, dan pembiayaan luar negeri sebesar Rp1.225,99 triliun. Artinya, pengadaan utang 2020 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit.

Sementara itu, Realisasi pendapatan negara dan hibah pada 2020 dilaporkan sebesar Rp1.647,78 triliun atau mencapai 96,93 persen dari anggaran. Ini terdiri atas penerimaan perpajakan Rp1.285,14 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp343,81 triliun, dan penerimaan hibah Rp18,83 triliun.

Penerimaan perpajakan sebagai sumber utama pendanaan APBN, hanya mencapai 91,50 persen dari anggaran atau turun 16,88 persen dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar Rp1.546,14 triliun.

Sedangkan realisasi belanja negara dilaporkan sebesar Rp2.595,48 triliun atau mencapai 94,75 persen dari anggaran. Ini terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.832,95 triliun, transfer ke daerah Rp691,43 triliun, dan dana desa Rp71,10 triliun.

Secara akrual, tambah Firman, laporan operasional (LO) 2020 menunjukkan nilai pendapatan operasional sebesar Rp1.783,19 triliun. Beban operasional Rp2.601,11 triliun, defisit dari kegiatan operasional Rp817,92 triliun, defisit dari kegiatan nonoperasional Rp54,70 triliun, dan defisit LO Rp872,62 triliun.

“Dibandingkan dengan tahun 2019, pendapatan operasional mengalami penurunan 17,80 persen dan beban operasional mengalami peningkatan 7,36 persen sehingga defisit LO mengalami kenaikan sebanyak 250,13 persen,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper