Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meski Pemulihan Global Solid, Sejumlah Negara Masih Tertinggal Setelah Dihantam Corona

Lembaga yang berbasis di Paris itu merevisi perkiraan pertumbuhan global 2021 menjadi 5,8 persen dari sebelumnya 5,6 persen.
Chateaux de la Muette, kantor pusat OECD, di Paris, Prancis/ OECD
Chateaux de la Muette, kantor pusat OECD, di Paris, Prancis/ OECD

Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyatakan di tengah pemulihan ekonomi dunia yang solid dan terus melaju, sejumlah wilayah masih tertinggal, sehingga memicu ketidaksetaraan lintas dan dalam perbatasan.

Lembaga yang berbasis di Paris itu merevisi perkiraan pertumbuhan global 2021 menjadi 5,8 persen dari sebelumnya 5,6 persen. Mereka juga memperingatkan ketimpangan yang lebar berarti standar hidup sejumlah orang tidak akan kembali ke tingkat sebelum krisis untuk waktu yang lama.

Menurut proyeksi terbaru, di negara-negara seperti Argentina dan Spanyol, butuh lebih dari tiga tahun antara permulaan pandemi hingga pemulihan output ekonomi per kapita. Itu jauh lebih lama dibandingkan dengan perkiraan pemulihan di AS yang hanya 18 bulan dan di bawah satu tahun untuk China.

“Dengan sedikit kelegaan bahwa kita dapat melihat prospek ekonomi cerah, tetapi ada beberapa ketidaknyamanan bahwa kita melakukannya dengan cara yang sangat tidak merata,” kata Kepala Ekonom OECD Laurence Boone, dilansir Bloomberg, Selasa (1/6/2021).

Penilaian tersebut menunjukkan kehati-hatian karena kepercayaan diri meningkat di negara-negara terkaya di dunia dengan pencabutan pembatasan dan percepatan kampanye vaksinasi.

OECD memuji pemerintah atas dukungan kebijakan yang sangat cepat dan efektif yang kini memicu pemulihan dalam perdagangan, manufaktur, dan belanja konsumen. Itu akan membatasi bekas luka yang ditinggalkan krisis, kata organisasi beranggotakan 38 negara itu.

Namun, dia juga memperingatkan masalah perbedaan kekayaan dapat memburuk lebih lanjut karena kegagalan untuk mendapatkan cukup vaksin dan dukungan bagi negara berkembang dan ekonomi berpenghasilan rendah. Sejauh ini, negara-negara rentan itu memiliki lebih sedikit kapasitas untuk menyerap guncangan dan kapabilitas untuk menghadapi masalah pendanaan.

Tanpa inokulasi di semua negara, OECD mengatakan varian baru dan penerapan kembali pembatasan wilayah dapat memukul kepercayaan publik, menurunkan aktivitas dan meningkatkan kebangkrutan perusahaan.

“Rebound cukup solid, cukup kuat, tetapi sangat tergantung pada apakah kita dapat menjaga ritme vaksinasi," kata Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria.

Dia melanjutkan, virus yang kini menjadi musuh dunia masih terus bermutasi, menjadi banyak varian dan mengubah bentuk serta DNA-nya. “Oleh karena itu kita tidak boleh mengizinkannya, kita harus mencoba untuk mengalahkannya sedini mungkin," lanjutnya.

OECD juga memperingatkan ancaman baru inflasi karena biaya operasi yang lebih tinggi, dengan penanganan virus dan gangguan pasokan menyebabkan kekurangan komponen serta meredam persaingan sebagai akibat dari kebangkrutan. Ketegangan akan mereda pada akhir tahun karena kapasitas produksi menjadi normal dan konsumsi beralih ke jasa.

"Inflasi diperkirakan akan meningkat sementara, tetapi prospek jangka panjang tetap tidak pasti, dengan risiko naik. Kombinasi dari kemungkinan efek samping penawaran yang negatif dapat mendorong inflasi lebih dari yang diproyeksikan," kata OECD.

Ada juga risiko bahwa pasar keuangan gagal mengatasi gangguan tersebut. OECD meminta bank sentral di negara maju untuk mempertahankan kebijakan akomodatif dan memungkinkan overshooting sementara dari tujuan inflasi mereka. “Ini bukan waktunya untuk mengkhawatirkan inflasi, meskipun kita harus selalu mengingatnya,” kata Gurria.

Bagi pemerintah, OECD menetapkan kombinasi dukungan fiskal fleksibel yang ditargetkan terutama pada perusahaan kecil, dan upaya untuk memulihkan kepercayaan dengan rencana yang kredibel untuk memperbaiki keuangan publik dalam jangka panjang. Mereka juga mengatakan uang publik harus dibelanjakan dengan cepat untuk investasi untuk ekonomi digital dan rendah karbon.

“Ketika negara-negara bertransisi menuju prospek yang lebih baik, akan berbahaya untuk percaya bahwa pemerintah sudah melakukan cukup banyak untuk mendorong pertumbuhan ke jalur yang lebih tinggi dan lebih baik,” kata Boone.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper