Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Garuda Tunda Serahkan Laporan Keuangan ke Kemenhub Hingga Juni

Sebelumnya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) berencana merestrukturisasi bisnisnya. Kebijakan ini berpotensi mengurangi jumlah pesawat yang dioperasikannya menjadi kurang dari setengah armada utama demi bertahan dari krisis yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.
Pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia bersiap melakukan penerbangan di Bandara internasional Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara akhir pekan lalu (8/1/2017)./Bisnis-Dedi Gunawann
Pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia bersiap melakukan penerbangan di Bandara internasional Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara akhir pekan lalu (8/1/2017)./Bisnis-Dedi Gunawann

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah maskapai nasional termasuk PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) telah meminta perpanjangan waktu dalam memberikan laporan keuangan kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hingga Juni 2021.

Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan maskapai pelat merah tersebut juga belum melaporkan secara resmi kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara terkait dengan program pensiun dini. Namun, lanjutnya, restrukturisasi karyawan jelas merupakan kewenangan setiap maskapai.

“Untuk laporan keuangan sampai dengan saat ini semua maskapai masih minta waktu sampai dengan Juni 2021 untuk melaporkannya. Termasuk Garuda. Untuk Garuda juga sampai saat ini belum ada laporan resmi ke Ditjen Hubud tentang program pensiun dini. Banyak beredar di media memang GA dan Sriwijaya sudah proses restrukturisasi karyawan. Namun restrukturisasi karyawan merupakan kewenangan airlines itu sendiri,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (27/5/2021).

Adita pun menjelaskan laporan keuangan yang diterbitkan oleh maskapai bersifat rahasia dan tidak berkaitan dengan urusan keselamatan. Kemenhub pun bertugas mengawasi agar pesawat dalam keadaan aman sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Selain itu, Kemenhub juga melakukan restrukturisasi rute apabila adanya laporan tentang berkurangnya jumlah pesawat yang dapat digunakan untuk melayani penumpang.

Sebelumnya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) berencana merestrukturisasi bisnisnya. Kebijakan ini berpotensi mengurangi jumlah pesawat yang dioperasikannya menjadi kurang dari setengah armada utama demi bertahan dari krisis yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menyebutkan dari 142 pesawat yang ada, perseroan hanya akan mengoperasikan tidak lebih dari 70 pesawat. Pernyataan tersebut mengacu pada maskapai layanan penuh (full-service) Garuda tidak termasuk maskapai bertarif rendah (low-cost carrier) Citilink. 

"Garuda sudah mengurangi kapasitas yang beroperasi. Hanya 41 pesawat dan tidak dapat menerbangkan pesawat lainnya karena belum melakukan pembayaran kepada lessor selama berbulan-bulan," ujarnya.

Lebih lanjut Irfan menyebut Garuda memiliki utang sekitar Rp70 triliun (US$4,9 miliar) yang meningkat lebih dari Rp1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok. Perusahaan memiliki arus kas negatif dan ekuitas minus Rp41 triliun. Menurutnya, kegagalan menjalankan program restrukturisasi dapat mengakibatkan perusahaan dihentikan secara tiba-tiba.

Garuda pun dalam tahap awal penawaran program pensiun yang dipercepat atau pensiun dini bagi karyawan Garuda Indonesia yang memenuhi kriteria dan persyaratan keikutsertaan program tersebut.  Penawaran program ini dilakukan sejalan dengan upaya pemulihan kinerja usaha yang tengah dijalankan perusahaan guna menjadikan Garuda Indonesia, perusahaan yang lebih sehat serta adaptif menjawab tantangan kinerja usaha di era kenormalan baru.

Dia menyebut situasi pandemi yang masih terus berlangsung hingga saat ini, mengharuskan perusahaan melakukan langkah penyesuaian aspek supply & demand di tengah penurunan kinerja operasi imbas penurunan trafik penerbangan yang terjadi secara signifikan.

Tak hanya itu, Manajemen Sriwijaya Air pada akhirnya mengakui telah menerbitkan memo dan menawarkan kepada para karyawannya opsi untuk mengajukan pengunduran diri atau resign. Manajemen melalui Tim Corporate Communication mengatakan kebijakan tersebut diambil oleh perusahaan guna memberikan kepastian kepada karyawan yang dirumahkan sebagai dampak pandemi Covid-19.

"Terkait dengan adanya Memo Internal bernomor 139/INT/SJNAM/V/2021 yang telah beredar di publik, maka kami sampaikan bahwa memo tersebut adalah benar merupakan kebijakan resmi yang diambil oleh Manajemen Sriwijaya Air Group," ujar manajemen, Selasa (25/5/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper