Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Curhat ke Menteri Investasi, Wali Kota di Indonesia Ungkap Kekhawatiran Soal Omnibus Law

Ketua Apeksi menyampaikan dua poin kekhawatiran mereka terhadap Omnibus Law. Pertama, khawatir ada resentralisasi. Kedua, justru membuat hyper inflasi dan hyper regulasi karena justru aturan turunannya membuat ribet.
Wali Kota Bogor Bima Arya./Antara
Wali Kota Bogor Bima Arya./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya Sugiarto menyampaikan aspirasi dari seluruh wali kota terkait dengan Omnibus Law Cipta Kerja dan target ekonomi dari Presiden Joko Widodo, kepada Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.

“Kami dari awal agak kritisi omnibus law. Pertama, kita khawatir ada resentralisasi. Kedua, justru membuat hyper inflasi dan hyper regulasi karena justru aturan turunannya membuat ribet,” katanya pada diskusi yang disiarkan virtual, Senin (10/5/2021).

Hal ini tentu membuat beban tersendiri bagi kepala daerah. Bima menjelaskan bahwa di sisi lain Presiden Jokowi menargetkan pertumbuhan ekonomi positif di tengah Covid-19.

“Kita jadi tambah khawatir karena awalnya Undang-Undang Cipta Kerja didesain untuk pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan investasi. Begitu ditargetkan recovery economy apalagi positif, ini tambah berat,” jelasnya.

Bima memaparkan kritik terkait resentralisasi. Tugas Bahlil dengan adanya omnibus law akan sangat berat akan harus membuat banyak regulasi.

“Saya sering katakan tsunami regulasi. Paling tidak ada 47 peraturan pemerintah (PP) dan sekian peraturan menteri. Itu tidak mudah,” ucapnya.

Yang jadi masalah di sini, terang Bima, ruang gerak pemerintah daerah (pemda) menjadi lambat. Di sisi lain banyak hal tidak jalan.

Contohnya adalah Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PDMPTSP) yang harus membuat pemda membuat keseragaman struktur.

Akan tetapi di PP No.12/2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dianggap masih belum jelas isinya.

Di saat yang sama ada edaran dari Kementerian Pendayagunan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang menghilangkan jabatan struktural.

Dua regulasi ini dianggap pemda tidak sinkron. Ujung-ujungnya mempersulit petugas yang ada di lapangan.

“Tapi bagaimanapun teman-teman wali kota mendukung. Presiden targetkan sukses, [kami yakin] sukses. Tapi kita perlu kolaborasi. Kami tidak mau jado sarana sosialisasi. Kita mau jadi referensi kebijakan,” ucap Bima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper