Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mantan Bos Pertamina Beberkan Alasan Sulitnya Setop Impor BBM

Upaya menekan konsumsi BBM dengan kendaraan listrik dinilai tidak akan menjadi jurus yang ampuh.
Aktifitas pengisian truk tangki untuk distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Depo BBM Pertamina di Plumpang, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Aktifitas pengisian truk tangki untuk distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Depo BBM Pertamina di Plumpang, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA — Target untuk menghentikan impor bahan bakar minyak pada 2030 dinilai akan sulit dicapai apabila merujuk permintaan dan pasokan di dalam negeri yang masih terus mengalami kesenjangan.

Direktur Utama Pertamina periode 2006—2009 Ari Soemarno pesismitis Indonesia dapat menghentikan impor BBM pada 2030. Pasalnya, konsumsi BBM yang telah berangsur pulih dan diproyeksikan bakal terus meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi dalam negeri.

"Terus terang saya pribadi dan melihat kajian-kajian saya dan pengamatan yang saya lakukan hal itu akan sulit realisasinya, saya sendiri pesimistis bisa dapat tercapai 2030," katanya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Kamis (29/4/2021).

Ari menambahkan, upaya menekan konsumsi BBM dengan kendaraan listrik dinilai tidak akan menjadi jurus yang ampuh.

Menurutnya, implementasi mobil listrik masih memiliki sejumlah kendala seperti ketersediaannya, ketersediaan infrastruktur, dan kesiapan masyarakat.

Sementara itu, mobil listrik hanya bakal menyubtitusi penggunaan BBM dari sisi angkutan darat, sedangkan untuk angkutan laut dan udara tidak akan tergantikan. Tidak hanya itu, dari sektor industri dan pertambangan juga masih akan membutuhkan BBM dalam jumlah besar.

"Jadi, saya melihat dari permintaannya tidak berkurang signifikan," ungkapnya.

Dari sisi pasokan, lanjut Ari, akan sangat bergantung dari kesiapan PT Pertamina (Persero) untuk bisa merealisasikan proyek-proyek pembangunan dan pengembangan kilang. Namun, upaya Pertamina tidak selalu berjalan mulus.

Sejak dimulai pada 2015, baru satu proyek pengembangan kilang yang sudah berjalan yakni Kilang Balikpapan. Pengembangannya pun tidak berjalan mulus karena masih banyak tantangan yang dihadapi.

"Itu pun menghadapi kendala bagaimana saya sampaikan kilang ini menghadapi keekonomian yang parah sehingga investor pun sangat hati-hati apalagi dengan ada pandemi di mana investor-investor migas mulai transformasi dari sisi investasinya," kata Ari.

Kendati kilang-kilang telah dibangun, hal itu hanya akan mengurangi impor BBM dan Indonesia masih harus mengimpor minyak mentah.

Program pemerintah untuk menggenjot produksi menjadi 1 juta barel per hari dinilai masih harus menempuh jalan yang berat.

"Tantangan investasinya sangat besar, SKK Migas menyatakan membutuhkan investasi US$187 miliar, itu sangat berat, tahun ini saja baru sekitar diatas US$12 atau setara dengan 2019, jadi tantangan-tantangan ini saya tidak melihat memiliki optimisme bahwa itu akan tercapai," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper