Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Komoditas, Pengusaha Minta Dievaluasi Rutin

Rencana pembentukan neraca komoditas merupakan hal yang baik. Namun, satu hal yang penting menjadi perhatian adalah keberadaan data bahan baku yang valid.
Alat khusus pengangkat mengatur tumpukan karung berisi gula rafinasi di salah satu pabrik di Makassar, Sulsel, beberapa waktu lalu./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Alat khusus pengangkat mengatur tumpukan karung berisi gula rafinasi di salah satu pabrik di Makassar, Sulsel, beberapa waktu lalu./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri meminta konsep neraca komoditas yang nantinya akan menjadi dasar pemenuhan bahan baku bagi industri harus dievaluasi secara berkala.

Adapun penyusunan neraca komoditas sebagai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 /2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian harus mampu memberikan jaminan kepastian usaha.

Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIFGR) Dwiatmoko Setiono mengatakan evaluasi itu diperlukan untuk memastikan data yang valid jika terdapat temuan-temuan baru di lapangan.

Pasalnya, rencana pembentukan neraca komoditas merupakan hal yang baik. Namun, satu hal yang penting menjadi perhatian adalah keberadaan data bahan baku yang valid.

"Sebelum membuat neraca, pihak yang berwenang harus menentukan jumlah yang pasti untuk stok awal dan stok akhir,” katanya, Rabu (21/4/2021).

Dwiatmoko mengatakan seluruh pemangku kepentingan seperti kementerian/lembaga, termasuk pelaku usaha harus menyepakati data awal yang akan digunakan dalam neraca komoditas.

Apalagi, saat ini Indonesia masih kerap bermasalah dengan data-data yang tidak valid. Data yang tercatat di atas kertas seringkali berbeda dengan fakta di lapangan.

Selain kesamaan data, hal lain yang tak kalah pentingnya adalah kesepahaman mengenai metode pengumpulan dan analisis. Oleh karena itu, penyusunan neraca komoditas memerlukan penyamaan metode statistik agar tercipta kesatuan data.

Dwiatmoko menyebut industri memerlukan kejujuran seluruh pemangku kepentingan karena menjadi krusial dalam menyusun neraca komoditas yang kredibel dan akurat.

"Bisa saja data dalam neraca komoditas dibuat-buat untuk kepentingan beberapa pihak," ujarnya.

Dia mencontohkan, sejak 2010 industri tidak boleh melakukan impor gula mentah akibat kebijakan pembatasan importasi. Secara konsep, kebijakan ini memang cukup bagus, kendati di lapangan justru merangsang pelaku usaha untuk berbuat curang.

Sisi lain, Indonesia sendiri pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar kedua di dunia. Sayangnya, di tengah kebutuhan gula yang meningkat setiap tahunnya, Indonesia tidak mampu mengatasi permasalahan kesejahteraan petani dan mendorong teknologi produksi.

Sejumlah pengetatan impor tersebut juga turut membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia. 

Dwiatmoko menegaskan jika ingin meningkatkan kuantitas dan kualitas gula di dalam negeri maka ada beberapa hal yang harus dilakukan. Di antaranya, meningkatkan produktivitas perkebunan tebu dan bibit bagi petani serta pembaharuan mesin dan teknologi di pabrik gula. 

"Impor gula tidak akan bisa ditekan jika hal-hal tersebut tidak dilakukan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ipak Ayu
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper