Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Impor Bahan Baku Gula Dinilai Diskriminatif

Permenperin No. 3/2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional dinilai bisa memicu bertambahnya impor gula mentah.
Pabrik gula PTPN 2. Adapun kapasitas giling PGK pada tahun ini sebesar 3.200 ton tebu per hari, dengan perolehan gula sebanyak 197 ton (rendemen 6,16 persen). /PTPN 2
Pabrik gula PTPN 2. Adapun kapasitas giling PGK pada tahun ini sebesar 3.200 ton tebu per hari, dengan perolehan gula sebanyak 197 ton (rendemen 6,16 persen). /PTPN 2

Bisnis.com, JAKARTA – Regulasi terbaru Menteri Perindustrian mengenai jaminan ketersediaan bahan baku bagi industri gula di dalam negeri dinilai diskriminatif dan bisa berdampak negatif bagi kelangsungan pabrik gula lama.

Permenperin No. 3/2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional membuka jalan bagi pabrik gula berbasis tebu yang memproduksi gula kristal putih (GKP) konsumsi untuk mengimpor bahan baku jika pasokan tebu dari dalam negeri tidak memadai.

Namun rekomendasi impor hanya bisa diberikan kepada perusahaan industri gula berbasis tebu dengan KBLI 10721 yang memiliki izin usaha industri yang diterbitkan setelah 25 Mei 2010 dalam rangka investasi baru atau perluasan usaha.

Artinya, perusahaan dengan izin usaha lama atau sebelum ketentuan waktu tersebut belum tentu bisa melakukan aktivitas importasi. 

Ketua Umum Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) Aris Toharisman mengatakan regulasi ini bisa memicu bertambahnya impor gula mentah, sekaligus menegaskan pabrik gula hasil investasi baru tidak harus melakukan pengembangan lahan tebu. Dia menilai aturan baru ini hanya akan memperbesar ketergantungan pabrik gula terhadap bahan baku impor.

Pemerintah memang memberi fasilitas pengadaan bahan baku impor bagi pabrik gula baru yang belum memiliki pasokan tebu produksi lokal. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Permenperin No. 10/2017, fasilitas impor diberikan selama 5 tahun bagi pabrik gula di Pulau Jawa dan 7 tahun untuk pabrik gula di luar Pulau Jawa.

Besaran impor sendiri akan dikurangi secara bertahap sampai berakhirnya jangka waktu, seiring dengan bertambahnya pasokan bahan baku tebu dari dalam negeri yang diperoleh lewat perluasan lahan maupun kemitraan dengan petani.

“Faktanya sejak mereka berdiri di bawah payung Permenperin ini [No. 10/2017] ternyata tidak berdampak pada produksi gula nasional. Artinya insentif impor gula mentah yang diberikan pemerintah tidak diikuti dengan pengembangan lahan. Ini membuat mereka terus ketergantungan pada impor gula mentah, padahal volume impornya harus mengacu ke verifikasi kalau mereka melakukan pengembangan lahan,” kata Aris saat dihubungi, Selasa (13/4/2021).

Aris menyebutkan pula ketiadaan verifikasi pengembangan lahan ini justru berdampak pada menyusutnya lahan tebu di Jawa Timur. Dari yang mulanya lebih dari 225.000 hektare menjadi hanya 175.000 hektare. Masa giling pabrik pun berkurang drastis dari yang idealnya 150 hari menjadi 94 hari.

“Ini menunjukkan makin kuatnya persaingan memperebutkan tebu. Di sisi lain pabrik gula baru yang mendapatkan insentif impor gula mentah memperoleh margin keuntungan besar bisa membeli tebu dengan harga yang tidak normal. Ini menyebabkan pabrik lama terguncang,” kata Aris yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PTPN X.

Karena itu, Aris menyarankan agar pemerintah dapat meninjau kembali Permenperin No. 3/2021 sekaligus merevisi Permenperin No. 10/2017.

Menurutnya, fasilitas impor gula mentah seharusnya tidak terbatas diberikan pada pabrik dengan melihat usia usahanya, tetapi lebih ke kontribusinya dalam membangun kemitraan dan pengembangan tebu petani.

“Saran saya pemerintah harus buat aturan untuk pabrik gula berbasis tebu, tetapi tidak melihat kapan berdirinya. Perlu dilihat bagaimana kemitraannya. Jadi model fasilitas adalah untuk mengisi idle capacity dan mengacu ke neraca gula,” kata dia.

Terpisah, Kepala Humas PTPN XI Brilliant Johan mengemukakan PTPN XI memenuhi kriteria untuk mengajukan rekomendasi impor gula mentah karena melakukan revitalisasi pada sejumlah pabrik gulanya. Hanya saja, dia memastikan perusahaan terus berupaya menambah luas lahan dan meningkatkan kemitraan dengan petani.

“Perlu diingat bahwa Undang-Undang No. 39/2014 tentang Perkebunan masih berlaku dengan kewajiban memiliki minimal 20 persen bahan baku berasal dari kebun yang diusahakan sendiri, jadi industri gula harus tetap memenuhi kewajiban tersebut,” kata Brilliant.

Dia menyebutkan ketatnya perebutan bahan baku yang terjadi pada masa giling tahun lalu tak lepas dari belum dipegangnya komitmen untuk mengupayakan kebun sendiri. Dalam UU tersebut, pabrik investasi baru harus bisa memenuhi batas kepemilikan kebun setidaknya dalam kurun 3 tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper