Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerbitan Sukuk Negara Naik, Apa Artinya?

Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh penerbitan SBSN yaitu underlying asset berupa barang milik negara atau proyek APBN
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dan sejumlah pejabat lainnya meresmikan Jembatan Leta Ora Ralan di Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Jumat (11/1/2019). Jembatan yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp123 miliar itu dibiayai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)./Dok. Kemenkeu
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dan sejumlah pejabat lainnya meresmikan Jembatan Leta Ora Ralan di Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Jumat (11/1/2019). Jembatan yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp123 miliar itu dibiayai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)./Dok. Kemenkeu

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia mengungkapkan penerbitan surat berharga syariah negara (SBSN) pada 2020 senilai Rp367,31 triliun atau naik 42,2 persen dibandingkan dengan Rp258,28 triliun periode 2019.

Dalam Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah (LEKSI) 2020, Bank Indonesia (BI) melaporkan perkembangan SBSN menunjukkan adanya peningkatan peran SBSN dalam membiayai defisit APBN, pembiayaan proyek infrastruktur, dan pengembangan pasar keuangan syariah.

Pakar Ekonomi Syariah IPB Irfan Syauqi Beik mengatakan pembiayaan defisit APBN yang ditingkatkan melalui penerbitan SBSN merupakan hal yang wajar. 

Dia menilai salah satu kelebihan yang dimiliki oleh penerbitan SBSN yaitu underlying asset berupa barang milik negara atau proyek APBN. Melihat porsi undelrying asset saat ini, maka proyek APBN memiliki porsi yang terus meningkat.

"Artinya apa? Dana yang nanti dihimpun wajib disalurkan pada proyek-proyek pembangunan yang masuk menjadi underlying asset dari penerbitan SBSN ini. Sehingga, ketika SBSN ini diterbitkan karena situasi tekanan yang luar biasa, maka dana itu dipastikan akan masuk ke proyek tersebut," jelas Irfan kepada Bisnis, Jumat (2/4/2021).

Lalu, Irfan menambahkan ketika proyek-proyek tersebut menjadi underlying asset, maka akan menjadi stimulus terhadap ekonomi dan memiliki multiplier effect yang besar.

Irfan menjelaskan, penerbitan SBSN didominasi oleh tenor berjangka menengah disebabkan oleh adanya pertimbangan terkait dengan konsekuensi beban yang harus ditanggung. Semakin lama jangka waktu yang diambil, maka beban yang ditanggung oleh APBN akan semakin besar.

"Tentu pemerintah punya perhitungan di mana tenor yang feasible untuk pembiayaan resesi ini adalah jangka menengah," ujarnya.

Adapun, proporsi penerbitan SBSN didominasi oleh penerbitan SBSN bertenor jangka menengah dengan durasi 1-5 tahun sebesar 44 persen, dan jangka panjang atau durasi di atas 5 tahun sebesar 44 persen. Selebihnya, SBSN jangka pendek dengan durasi kurang dari 1 tahun sebesar 12 persen.

Bank sentral juga mencatat terdapat outstanding SBSN sebesar Rp971,50 triliun yang beredar baik di pasar domestik maupun internasional, atau sekitar 19 persen dari total seluruh Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan Pemerintah Indonesia sampai akhir 2020. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 31,17 persen dibandingkan pada 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper