Pendidikan Vokasi Harus Jamin Sertifikasi Kompetensi yang Kredibel

Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud bersama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) telah menandatangani 149 skema sertifikasi nasional di lima bidang, meliputi permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, hospitality, care service.
Dokumentasi: Kemendikbud
Dokumentasi: Kemendikbud

Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud bersama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) telah menandatangani 149 skema sertifikasi nasional di lima bidang, meliputi permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, hospitality, care service. Penyiapan skema sertifikasi di level D-3 dan D-4 ini turut diapresiasi oleh industri, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR). Penyusunan skema sertifikasi di pendidikan tinggi vokasi secara kolektif menjadi sejarah yang baru pertama kali dilaksanakan sekaligus bukti pernikahan antara pendidikan vokasi dengan industri.

Pada diskusi panel bersama Dirjen Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto, Plt. Direktur Bina Standarisasi, Kompetensi, dan Pelatihan Kerja Kemenaker, Muchtar Aziz mengatakan, penandatanganan 149 skema sertifikasi ini adalah sebuah peristiwa bersejarah. Maka dari itu, momentum pengesahan skema sertifikasi ini dapat dijadikan sebagai pembuktian bahwa dengan kolaborasi dari berbagai pihak, meliputi pendidikan vokasi, industri, asosiasi profesi, dan kementerian terkait lainnya, Indonesia dapat menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing.

Pendidikan Vokasi Harus Jamin Sertifikasi Kompetensi yang Kredibel

Dokumentasi: Kemendikbud

“Pertama saya menyampaikan apresiasi kepada Kemendikbud, terutama Ditjen Pendidikan Vokasi karena saat ini saya menyaksikan momentum dalam perjalanan sejarah. Jika kita mencoba mengungkit kembali sejarah masa lalu, langkah ini sebenarnya merupakan obsesi yang sudah dirintis sejak zaman orde baru,” ungkap Muchtar.

Kemenaker menilai bahwa sertifikasi kompetensi merupakan sebuah pertaruhan kepercayaan. Keseriusan LSP P1 PTV dalam melaksanakan sertifikasi kompetensi bagi mahasiswa akan menentukan kepercayaan industri. Ketika sebuah lembaga sertifikasi tidak bisa membuktikan bahwa lembaga tersebut kredibel dalam melaksanakan uji kompetensi dan penilaian, maka reputasinya pun menjadi buruk di mata industri.

“Proses sertifikasi yang kredibel dilihat dari asesornya, dan juga proses sertifikasinya. Jangan sampai jika berasal dari lembaga sertifikasi internal prosesnya menjadi lebih mudah. Di sinilah peranan BNSP penting dalam melakukan pengawalan terhadap proses sertifikasi, termasuk dari jenis skema sertifikasinya,” tutur Muchtar.

Di sisi lain, Muchtar menyebut industri harus mau memberikan rekognisi terhadap pemegang sertifikat kompetensi. Sebab, selama ini masih banyak industri yang ketika merekrut tenaga kerja melihat dari sisi pendidikan formalnya saja. Bentuk rekognisi lain dari industri adalah membuka kesempatan pengembangan karier bagi lulusan vokasi yang memiliki sertifikat kompetensi.

“Kami juga sedang melaksanakan kajian untuk meneliti kebutuhan kompetensi industri dalam konteks masa pandemi dan juga untuk menjawab kebutuhan masa depan. Sebab apabila kami bertanya ke industri, mereka mengatakan sulit mencari tenaga kerja yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan. Tetapi jika ditanya balik kompetensi apa saja yang dibutuhkan, industri pun sulit untuk menjabarkannya,” imbuhnya.

Sementara itu, Corporate Communication & CSR PT Trakindo Utama, Candy Sihombing mengungkapkan, strategi yang dilakukan industri untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas adalah dengan terlibat dalam proses pendidikan di Politeknik. Hal ini diwujudkan melalui penyusunan kurikulum bersama, pengembangan skill, on the job training di industri, hingga terlibat langsung dalam proses penyusunan skema sertifikasi, khususnya di bidang alat berat.

“Kami ingin menjaga komitmen untuk terlibat dalam proses pembelajaran di pendidikan vokasi. Kami tidak ingin menunggu di ujung jalan, tetapi kami ingin jemput bola dari awal untuk memastikan kualitas calon tenaga kerja,” ucap Candy.

Sertifikasi kompetensi sendiri menjadi salah satu poin paket link and match 8+i yang sedang diterapkan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi. Dirjen Wikan memaparkan, pendidikan vokasi dan industri harus menyusun kurikulum bersama, melaksanakan pembelajaran berbasis project riil dari industri, meningkatkan pengajar dari industri, magang, dan baru melaksanakan sertifikasi profesi.

“Skema sertifikasi yang sudah disusun bersama dan disepakati ini diharapkan nantinya ikut mengintervensi kurikulum dan pembelajaran di pendidikan vokasi,” tandas Dirjen Wikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper