Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Garam, Industri Mamin Bakal Serap Garam Rakyat 131.000 Ton

Adhi menyebut industri makanan dan minuman dituntut membuat produk yang baik dengan masa simpan yang panjang. Alhasil, jika banyak ditemui kontaminan atau bahan-bahan yang tidak dikehendaki akan menelurkan produk yang kalah bersaing.
Pekerja tampak beraktivitas di sentra produksi PT Garam (Persero) /Dok. PT Garam
Pekerja tampak beraktivitas di sentra produksi PT Garam (Persero) /Dok. PT Garam

Bisnis.com, JAKARTA — Industri makanan dan minuman mencatat kebutuhan bahan baku garam tahun ini naik 40,18 persen dibandingkan dengan 2020 atau sekitar 743.000 ton. 

Ketua Umum  Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi) Adhi S. Lukman mengatakan untuk kebutuhan tahun ini sepenuhnya tidak akan mengandalkan garam impor. Industri berkomitmen menyerap garam rakyat sebesar 131.000 ton atau 17,63 persen dari total kebutuhan.

"Tentunya kalau PT Garam bisa menambah produksi garam industri kami akan lebih besar penyerapannya. Harapannya kan industri hulu ini juga meningkat seiring kami di hilir yang bertumbuh sehingga tidak ada gap yang melebar," katanya dalam diskusi Impor Garam 2021, Kamis (18/3/2021).

Adhi menyebut industri makanan dan minuman dituntut membuat produk yang baik dengan masa simpan yang panjang. Alhasil, jika banyak ditemui kontaminan atau bahan-bahan yang tidak dikehendaki akan menelurkan produk yang kalah bersaing.

Paling penting, tambah Adhi, mutu bahan baku garam harus sesuai standar. Seperti diketahui, sektor manufaktur membutuhkan kemurnian natrium klorida (NaCl) setidaknya 94 persen untuk industri pangan, 97 persen untuk industri kimia (chlor alkaly plant/CAP), dan 99 persen untuk industri farmasi, sedangkan garam lokal saat ini maksimal hanya mampu mencapai 92 persen. 

Adapun, sektor manufaktur yang sudah dapat mengonsumsi garam lokal sampai saat ini adalah industri water treatment, penyamakan kulit, pakan ternak, sabun, dan deterjen.

"Petani kalau bisa bikin garam bagus dan harga bisa diatur supaya petani untung tetapi dengan kualitas tinggi tentu akan diserap industri. Saat ini seringnya ketika dicuci misalnya KW3 ketika diolah menjadi KW1 akan hilang 40 persen, ini ongkosnya kan sayang jadi sudah sama-sama kerja buatlah yang terbaik," ujar Adhi.

Sementara itu, Adhi juga mengemukakan impor garam industri mamin saat ini nilainya terbilang kecil. Pasalnya dengan nilai impor US$19 juta, industri ini masih mampu memberikan nilai tambah dari hasil ekspor sebesar US$31 miliar.

Oleh karena itu, dia menekankan jika petambak bisa diajak kerjasama untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dinilai akan lebih bagus. Menurutnya petambak juga bisa meniru produktivitas di sejumlah negara.

"Misal India itu produksi bisa lebih dari 19 juta ton per tahun dengan harga jual yang murah, ini ideal ditiru sedangkan kita tahun lalu produksi garam hanya 1,5 juta ton dengan kebutuhan industri terus bertumbuh. Kondisi pandemi tahun lalu saja kami masih mencatatkan kenaikan 1,58 persen," kata Adhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ipak Ayu
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper