Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lonjakan Aktivitas Ekonomi Memperjelas Pemulihan Tak Merata di China

Investasi oleh pabrikan di China diperkirakan akan menguat pada 2021 menyusul pemulihan laba mereka. Namun, angka investasi yang lebih rendah dari perkiraan menunjukkan produsen masih berhati-hati.
Presiden China Xi Jinping/Bloomberg
Presiden China Xi Jinping/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Aktivitas ekonomi China yang melonjak dalam dua bulan pertama tahun ini menegaskan pemulihan yang tidak merata karena didorong ekspor sementara belanja konsumen masih tertinggal.

Data resmi yang dirilis hari ini menunjukkan tingkat pertumbuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya di atas 30 persen yakni 35,1 persen, sebagian besar disebabkan oleh distorsi jika dibandingkan dengan penutupan tahun lalu.

Pertumbuhan produksi industri sebesar 35,1 persen mengalahkan ekspektasi ekonom sebesar 32,2 persen, mencerminkan libur Tahun Baru Imlek yang lebih pendek tahun ini karena pemerintah mendorong pekerja untuk tetap di pabrik daripada kembali ke kampung halaman mereka.

Dikombinasikan dengan data ekspor yang kuat untuk Januari dan Februari, statistik menunjukkan bahwa China sebagian besar melanjutkan pola pemulihan yang ditetapkan tahun lalu berdasarkan pertumbuhan produksi industri untuk ekspor dan investasi di sektor-sektor seperti real estat. Upaya Beijing untuk menyeimbangkan kembali ekonomi terhadap permintaan konsumen dalam negeri harus ditunda.

Penjualan ritel yang dilaporkan oleh biro statistik China naik 33,8 persen dalam periode tersebut, mengalahkan perkiraan sebesar 32 persen dalam jajak pendapat ekonom yang dikumpulkan Bloomberg.

Pada basis rata-rata dua tahun, pertumbuhan penjualan ritel adalah 3,2 persen, sangat kontras dengan pertumbuhan 8,1 persen dalam output industri selama periode yang sama.

Penjualan ritel pada Februari hanya naik 0,56 persen dari bulan sebelumnya.

"Ini menunjukkan bahwa Tahun Baru Imlek mungkin memiliki dorongan yang lebih lemah untuk konsumsi nasional dari yang diharapkan," kata Bruce Pang, ekonom di China Renaissance Securities, dilansir Bloomberg, Senin (15/3/2021).

Setelah data tersebut dirilis, pasar saham China jatuh. Indeks CSI 300 turun 3,0 persen pada pukul 14:20 di Shanghai setelah kehilangan 2,2 persen minggu lalu. Yuan onshore sedikit melemah terhadap dolar. People's Banks of China (PBOC) menjaga likuiditas pasar netral pada Senin pagi, mendorong suku bunga pasar uang naik di tengah kekhawatiran terus-menerus tentang likuiditas.

"Jumlah fasilitas pinjaman jangka menengah hanya mengimbangi jatuh tempo, menunjukkan niat pengetatan PBOC,” kata Xing Zhaopeng, ekonom di Australia & New Zealand Banking Group.

Dia melanjutkan, sejak awal tahun ini, PBOC telah menguras bersih lebih dari 600 miliar yuan dana dari pasar untuk mengekang penggelembungan aset.

Sebelumnya, untuk menekan penularan virus selama liburan Tahun Baru Imlek, pemerintah memberlakukan pembatasan perjalanan.

Kebijakan itu membantu meningkatkan output industri, dengan pabrik-pabrik dapat tetap buka atau melanjutkan produksi lebih awal dari biasanya untuk memenuhi permintaan ekspor yang melonjak. Namun, hal itu juga menekan pengeluaran untuk perjalanan, restoran, dan aktivitas rekreasi.

Investasi aset tetap naik 35 persen, jauh di bawah proyeksi 40,9 persen karena real estat telah menjadi pendorong terbesar pertumbuhan investasi selama setahun terakhir. Hal itu kemungkinan mencerminkan pengetatan pembiayaan Beijing untuk pengembang properti.

Para ekonom memperkirakan investasi oleh pabrikan akan menguat pada 2021 menyusul pemulihan laba mereka. Namun, angka investasi yang lebih rendah dari perkiraan menunjukkan produsen masih berhati-hati.

"Di dalam negeri, pemulihan yang tidak seimbang masih penting dan fondasi untuk pemulihan ekonomi belum kokoh," kata Liu Aihua, juru bicara biro statistik China dalam sebuah pernyataan.

Tingkat pengangguran perkotaan sebesar 5,5 persen pada Februari, tetap di atas tingkat sebelum pandemi, dengan pekerja muda yang paling terdampak.

"Angka penjualan ritel dan konsumsi industri jauh di atas perkiraan dan menunjukkan ada ketahanan dalam perekonomian,” kata William Ping, direktur pelaksana di Peaceful Investment Co Ltd di Shenzhen.

Saat ini, hal yang paling menjadi kekhawatiran adalah apakah negara akan memberi tekanan yang cukup pada konsumsi domestik dalam jangka panjang.

Chang Su, Kepala Ekonom Asia Bloomberg mengatakan angka aktivitas ekonomi itu menempatkan ekonomi pada jalur yang mudah untuk mencapai target pertumbuhan di atas 6 persen pada 2021.

"Dukungan fiskal tampaknya akan ditarik kembali hanya secara bertahap, yang seharusnya tetap menopang perekonomian. Latar belakang ini dapat mengurangi kemungkinan pelonggaran ekonomi secara luas di front moneter," katanya.

Selain itu, China masih merupakan satu-satunya ekonomi utama yang tumbuh pada tahun lalu, setelah pengendalian awal atas virus dan kemudian melonjaknya permintaan global untuk barang-barang medis dan perangkat kerja dari rumah. Ekonomi tumbuh 2,3 persen pada 2020 dan diperkirakan oleh para ekonom akan tumbuh 8,4 persen tahun ini.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan yang lebih sederhana di atas 6 persen pada 2021, yang memungkinkan para pejabat untuk fokus pada tantangan jangka panjang seperti peningkatan teknologi dan pengendalian risiko dalam sistem keuangan.

Beijing telah mengisyaratkan ingin mengurangi stimulus pandemi, dengan analis memperkirakan penurunan bertahap dalam dukungan moneter dan fiskal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper