Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prediksi Konsumsi Pangan Saat Ramadan, Ini Kata Pelaku Usaha

Konsumsi daging sapi atau kerbau biasanya menembus dua digit untuk wilayah Jabodetabek. Namun untuk situasi pandemi kali ini, pelaku usaha masih melihat perkembangan konsumsi dalam beberapa pekan ke depan.
Pedagang menunggu pembeli./Antara-Ampelsa
Pedagang menunggu pembeli./Antara-Ampelsa

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha memprediksi tingkat konsumsi sejumlah komoditas pangan tidak akan naik secara signifikan pada Ramadan dan Lebaran tahun ini.

Daya beli yang masih tertahan dan aktivitas bisnis hotel, restoran, dan katering yang masih terbatas disebut memengaruhi kondisi permintaan selama pandemi.

Ketua II Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) Valentino mengatakan tingkat konsumsi bulanan bawang putih selama pandemi setidaknya hanya mencapai 40.000 ton. Lebih rendah dibandingkan dengan prediksi pemerintah yang mematok konsumsi bulanan di angka 48.000 ton.

“Konsumsi selama pandemi mungkin hanya di kisaran 40.000 ton sebulan. Tidak sampai 48.000 ton. Namun ketersediaan akan bergantung pula pada kondisi susut stok,” kata Valentino, Minggu (14/3/2021).

Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Suhandri yang menyebutkan bahwa konsumsi daging sapi atau kerbau biasanya menembus dua digit untuk wilayah Jabodetabek. Namun untuk situasi pandemi kali ini, pelaku usaha masih melihat perkembangan konsumsi dalam beberapa pekan ke depan.

“Di Jabodetabek biasanya naik dari kisaran 5.000 sampai 7.000 ton ke dua digit, di belasan ribu ton. Namun untuk situasi kali ini kami akan lihat dulu apakah seperti tahun lalu,” kata Suhandri.

Sebagai catatan, tak optimalnya usaha perhotelan dan restoran memiliki pengaruh besar dalam serapan daging sapi impor. Jika dalam sebulan serapan daging sapi atau kerbau bisa mencapai 6.000 ton, maka penjualan sekitar 20 persen dari rata-rata normal sudah menjadi prestasi tersendiri.

Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Abdul Hamid mengatakan kenaikan permintaan cabai pada Ramadan dan Idulfitri akan diikuti dengan masuknya masa panen cabai dari sejumlah daerah produsen di dataran tinggi. Dia memperkirakan kondisi ini bakal mulai menurunkan harga cabai yang terpantau masih pedas.

“Harga cabai rawit naik karena 40 sampai 50 persen panen Februari terserang virus tanaman. Kami harap mulai Maret ini sudah bisa turun karena daerah produsen sudah mulai menyalurkan produksi ke pasar,” kata dia.

Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) menyebutkan setidaknya terdapat tiga fase kenaikan permintaan selama momen Ramadan dan Idulfitri yang bakal memengaruhi pergerakan harga. Momen pertama adalah tiga hari jelang Ramadan, kedua saat jelang Idulfitri, dan fase kenaikan ketiga terjadi setelah Idulfitri saat stok sejumlah komoditas berkurang akibat naiknya konsumsi selama Ramadan.

“Untuk pertengahan sampai akhir Ramadan biasanya harga landai. Tiga fase ini perlu diantisipasi pasokannya,” kata Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper