Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kalbe: Industri Farmasi Ikut Kena Imbas Negatif Covid-19

Di tengah pandemi Covid-19, ada industri farmasi yang terkena imbas positif dan ada juga yang negatif.
Pedagang obat menunggu pembeli di Pasar Pramuka, Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pedagang obat menunggu pembeli di Pasar Pramuka, Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk. Vidjongtius mengatakan belum mendegar secara detail terkait kebijakan perluasan pajak yang akan disasarkan pada industri farmasi.

Namun, dia menilai secara umum perlu dipertimbangkan bahwa dampak Covid-19 secara umum masih ada. Begitu pula dampaknya pada sektor farmasi ini.

"Farmasi juga banyak kategorinya di mana masing-masing kategori dampaknya berbeda, ada yang kena negatif dan ada yang positif dampaknya," katanya kepada Bisnis, Senin (8/3/2021).

Vidjongtius mengemukakan aspek lain adalah pertimbangan jika Covid-19 ini nantinya berakhir yang mana tentu menjadi harapan semua masyarkat. "Apakah perluasan objek pajak juga berakhir?"

Oleh karena itu, menurutnya, memang perlu kajian yang komprehensif agar secara jangka panjang sektor farmasi Indonesia tetap bisa bertahan dan tumbuh ke depan menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Sebelumnya, pelaku industri farmasi menilai lonjakan registrasi obat pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) per 2019 merupakan strategi pabrikan untuk memanfaatkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2020. Namun, semua berubah saat pandemi Covid-19 menyerang.

Kalbe bahkan menyatakan penjualan obat untuk program JKN menurun. Pasalnya jumlah pasien reguler non-Covid-19 menurun.

"Produk obat resep yang dipakai oleh pasien non Covid-19, pertumbuhannya negatif karena jumlah pasien reguler menurun, sedangkan produk obat bebas dan herbal masih positif growth," kata Vidjongtius.

Hal tersebut sejalan dengan laporan Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI) yang menyatakan bahwa pertumbuhan industri farmasi didorong oleh peningkatan serapan produk imunomodulator di pasar.

Seperti diketahui, obat imunomodulator adalah obat yang dapat meningkatkan imunitas tubuh. Adapun, obat imunomodulator yang banyak diserap adalah yang memiliki kandungan mineral dan vitamin tinggi.

Selain obat imunomodulator, Vidjongtius menyatakan pertumbuhan permintaan juga datang dari obat untuk pasien Covid-19.

Seperti diketahui, BPOM mengeluarkan informatorium obat COvid-19 pada awal pandemi. Informatorium tersebut berisi 12 jenis obat yang dapat digunakan tenaga kesehatan sebagai obat terapeutik untuk pasien Covid-19.

Adapun, 13 jenis obat dalam informatorium tersebut diproduksi oleh 113 industri farmasi melalui 614 obat bermerek dan 232 obat generik. Dengan kata lain, ada sekitar 846 obat terapeutik untuk pasien Covid-19 di dalam negeri.

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini mencatat hingga akhir tahun lalu permintaan obat pada industri farmasi anjlok. Pasalnya, jumlah pasien yang berobat ke rumah sakit turun drastis selama pandemi.

"Sekarang industri farmasi hidupnya dari suplemen karena permintaan industri farmasi drop. Orang menahan ke rumah sakit," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper