Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Indef: Urusan Investasi Miras Harus Proposional

Pelaku usaha melihat miras sebagai komoditas yang memiliki pasar potensial di Indonesia. Sedangkan, pemangku kebijakan harus mengendalikan produksi dan distribusi minuman beralkohol ini.
Layar menampilkan Ekonom Indef Enny Sri Hartati (kanan) dan Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Rahayuningsih (kiri) memberikan pemaparan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 di Jakarta, Selasa (26/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Layar menampilkan Ekonom Indef Enny Sri Hartati (kanan) dan Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Rahayuningsih (kiri) memberikan pemaparan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 di Jakarta, Selasa (26/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Senior Institute of Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai pelonggaran izin investasi bagi minuman keras bukan solusi bagi peredaran ilegal barang ini. Pasalnya, 80 persen peredaran miras di Indonesia ilegal.

“Menurut beberapa data yang sudah existing [ada], jadi persoalan minuman keras di Indonesia mostly [kebanyakan] utamanya terletak pada distribusi dan peredaran,” jelas Enny, Selasa (2/3/2021).

Enny menjelaskan bahwa pemerintah harus menimbang urusan miras secara proporsional. Artinya, pemerintah harus mempertimbangkan sudut pandang pasar dan pemangku kebijakan.

Pelaku usaha melihat miras sebagai komoditas yang memiliki pasar potensial di Indonesia. Sedangkan, pemangku kebijakan harus mengendalikan produksi dan distribusi minuman beralkohol ini.

“Sekali lagi bahwa produk minuman keras, pemerintah harus mengendalikan. Karena apa? Pemerintah harus mengendalikan karena berbeda tentu dari kacamata pelaku usaha. Kalau pelaku usaha melihatnya tentu potensial market [pasar],” tambahnya.

Adapun, pemerintah resmi mencabut aturan investasi industri minuman keras yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Keputusan ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo melalui tayangan video YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (2/3/2021). Menurut Jokowi, keputusan tersebut diambil setelah mendengar masukan dari sejumlah organisasi masyarakat dan pemerintah daerah.

"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," ujar Jokowi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper