Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Kopi dan Kakao Terganggu Pasokan Bahan Baku

Pasokan bahan baku menjadi tantangan bagi kinerja ekspor kopi dan kakao pada tahun ini yang pertumbuhannya diprediksi stagnan.
Seorang petani memanen kopi Robusta (Coffea canephora) saat panen perdana di perladangan Desa Jambon, Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (25/8/2020). Kabupaten Temanggung merupakan penghasil kopi terbesar di Jawa Tengah dengan lahan kopi seluas 12.000 hektare dan menghasilkan 30 persen ekspor kopi dari Pulau Jawa. ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Seorang petani memanen kopi Robusta (Coffea canephora) saat panen perdana di perladangan Desa Jambon, Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (25/8/2020). Kabupaten Temanggung merupakan penghasil kopi terbesar di Jawa Tengah dengan lahan kopi seluas 12.000 hektare dan menghasilkan 30 persen ekspor kopi dari Pulau Jawa. ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Bisnis.com, JAKARTA - Komoditas perkebunan Indonesia menjadi segelintir produk yang masih tumbuh selama pandemi, termasuk pada kopi dan kakao. Meski demikian, kinerja ekspor pada 2021 diyakini pelaku usaha bakal tetap stagnan karena pasokan bahan baku yang tak tumbuh signifikan.

Ketua Bidang Kopi Speciality dan Industri Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Moelyono Soesilo mengemukakan pertumbuhan nilai ekspor sebesar 6,29 persen pada kelompok kopi, teh, dan rempah bukanlah angka yang fantastis. Nilai ekspor yang mencapai US$1,48 miliar di produk mentah atau setengah jadi dan US$232,20 juta di produk olahan sepanjang 2020 merupakan capaian yang telah ditorehkan RI sebelum 2018.

“Kalau hanya tumbuh sekitar 5 sampai 6 persen tidak signifikan, hitungannya kembali ke angka normal,” kata Moelyono saat dihubungi, Kamis (18/2/2021).

Meski demikian, Moelyono berpendapat kenaikan tahunan yang terjadi pada 2020 lebih banyak dipicu oleh permintaan pada kopi robusta masih stabil dibandingkan dengan kopi arabika. Kopi robusta sendiri mendominasi produksi dan ekspor Indonesia dan dipakai untuk manufaktur, sementara kopi arabika banyak dipakai untuk konsumsi langsung seperti di kafe, hotel, dan restoran.

Moelyono mengatakan ekspor pada 2021 masih diselimuti ketidakpastian seiring dengan kondisi pasokan yang belum terjamin. Jika merujuk ke data Organisasi Kopi Internasional (ICO), produksi kopi Indonesia memang naik dalam tiga tahun terakhir, tetapi tidak pernah melampaui 12 juta kantong dalam setahun.

“Pada Januari 2021 ada kenaikan ekspor sampai 50 persen dibandingkan dengan Januari 2020. Namun itu karena keterlambatan pengapalan. Sementara untuk keseluruhan 2021 masih dipenuhi ketidakpastian karena pasokan masih jadi kendala,” lanjutnya.

Di sisi lain, harga kopi Indonesia di pasar global pun disebut Moelyono belum bisa bersaing. Terlebih ketika Brasil selaku produsen terbesar dunia mencetak rekor produksi tertinggi dalam empat tahun terakhir dengan total volume 65,34 juta kantong.

“Selain itu, mata uang Brasil melemah dibandingkan dolar Amerika Serikat sehingga harga kopi mereka menjadi lebih murah,” kata Moelyono.

Tak jauh berbeda dengan kopi, kakao pun merasakan nasib yang kurang lebih sama. Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Arief Susanto menjelaskan bahwa posisi Indonesia sebagai produsen kakao makin tergusur oleh produsen utama seperti Pantai Gading dan Ghana. Di sisi lain, terdapat perbedaan bea masuk pada produk setengah jadi asal Indonesia yang dikirim ke negara tujuan ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper