Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Pengembalian CRJ-1000 Lebih Mulus Jika Terbukti Ada Suap

Manajemen Garuda Indonesia menegaskan akan mengurangi penggunaan pesawat seperti Bombardier dan ATR lantaran dianggap tidak cocok dengan karakter penumpang Indonesia.
Teknisi beraktivitas di dekat pesawat Boeing 737 Max 8 milik Garuda Indonesia, di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (13/3/2019)./Reuters-Willy Kurniawan
Teknisi beraktivitas di dekat pesawat Boeing 737 Max 8 milik Garuda Indonesia, di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (13/3/2019)./Reuters-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Upaya negosiasi yang tengah ditempuh oleh PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) terhadap lessor untuk mengembalikan pesawat Bombardier tipe CRJ-1000 akan berjalan mulus jika dugaan suap yang diselidiki oleh The Serious Fraud Office atau lembaga yang mengusut perkara korupsi Inggris terbukti.

Pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soedjatman mengatakan upaya negosiasi yang tengah dilakukan oleh Garuda sah-sah saja dilakukan. Menurutnya, efektifitas pesawat tersebut memang harus disesuaikan dengan strategi dan rencana jangka panjang milik maskapai pelat merah tersebut.

Dari sisi spesifikasi dan teknis, Gerry menyebut CRJ-1000 tak buruk. Hanya saja, lanjutnya, mungkin kurang cocok dengan misi yang akan dilakukan oleh emiten berkode saham GIAA tersebut.

Terlebih, sambungnya, jika berdasarkan kalkulasi yang ada, maka biaya sewa pesawat yang mahal akan menyusahkan Garuda untuk bisa kompetitif pada masa pandemi Covid-19.

Lebih jauh, Gerry juga berpendapat apabila penjualan pesawat Bombardier terbukti dilakukan secara tidak wajar atau dengan kata lain ada korupsi di dalamnya maka secara hukum dagang bisa dinegosiasikan atau bahkan dibatalkan.

“Kalau ada suap atau hal-hal melawan hukum lainnya dalam transaksi, ya bisa dibatalkan dengan pengembalian, atau pengurangan biaya lease atau sewa tergantung keputusannya kalau di pengadilan. Untuk sementara masih investigasi oleh SFO,” ujarnya, Selasa (9/12/2021).

GIAA sebelumnya menegaskan akan mengurangi penggunaan pesawat seperti Bombardier dan ATR lantaran dianggap tidak cocok dengan Garuda. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan pesawat itu biasanya digunakan untuk penerbangan bolak-balik yang tidak cocok dengan karakter orang Indonesia.

"Jadi gini kaya Bombardier itu kan kaya pesawat commuting, commuting itu artinya orang terbang dengan itu kalau bolak-balik. Pesawat itu bagus kalau 3 jam-an terbang sementara di Indonesia orang commuting cuma ke Bandung di luar itu orang nginep nggak commute," paparnya.

Garuda pun berupaya mengembalikan pesawat yang tidak sesuai kepada pihak lessor. Diantaranya adalah tipe CRJ-1000 Bombardier dengan kondisi saat ini sebanyak 18 pesawat yang sudah dikandangkan. Kesepakatan terkait dengan pesawat CRJ-1000 telah diselesaikan saat Singapore Airshow pada Februari 2012.

Pada saat itu, Garuda Indonesia awalnya setuju untuk memperoleh 6 pesawat CRJ-1000 dengan opsi untuk menerima pengiriman 12 jet tambahan. Kontrak tersebut senilai US$1,32 miliar.

Garuda Indonesia menerima pengiriman jet regional pertama buatan Kanada itu pada Oktober 2012. Bombardier mengirimkan CRJ1000 terakhir ke Garuda tersebut pada Desember 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper