Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MRT Caplok Saham KCI, Porsi Saham BUMD Lebih Besar dari BUMN?

Institut Studi Transportasi (Instran) menilai langkah MRT melakukan akuisisi terhadap KCI menjadikan BUMD mendapatkan porsi saham yang lebih besar dibandingkan dengan BUMN.
Rangkaian kereta rel listrik (KRL) melintas di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Minggu (19/4/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Rangkaian kereta rel listrik (KRL) melintas di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Minggu (19/4/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana PT MRT Jakarta (MRTJ) mengambil saham PT Kereta Commuter Indonesia sebesar 51 persen, otomatis membuat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini memiliki porsi saham yang lebih besar dibandingkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengatakan secara bisnis boleh saja keduanya disatukan secara korporasi tetapi ironisnya BUMD mendapat porsi lebih besar sahamnya dibandingkan dengan BUMN. Idealnya, BUMN memiliki saham mayoritas dibandingkan dengan BUMD, karena bisnis BUMN lebih elastis dalam pengembangannya bisnis secara nasional.

“Sangatlah paradoks kalau nantinya KAI ingin mengembangkan bisnisnya dengan PT MITJ [Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek] akan operasikan KRL di lintas Solo--Yogyakarta atau kota lain nantinya harus disetujui oleh MRT dulu, selaku pemilik saham terbesar,” ujarnya, Jumat (8/1/2021).

Dalam persoalan ini MRTJ adalah BUMD milik Pemprov DKI Jakarta sehingga secara korporasi harus tunduk kepada mayoritas kepemilikan sahamnya. Sebelum terjadi pembelian saham antar operator kereta api tersebut mereka telah membentuk perusahaan baru yakni MITJ.

Menurutnya, hal tersebut menjadi tidak etis karena kinerja MITJ yang belum tampak justru dipromosikan menjadi perusahaan terbuka melalui penawaran saham publik secara perdana atau IPO. seakan-akan pengguna angkutan umum dijual untuk mendapatkan saham dari luar.

Berdasarkan amanah Presiden, integrasi antar moda termasuk moda darat dan kareta api (KRL/MRT/LRT) memang sebagai salah satu indikator keberhasilan pergeseran ke transportasi publik. Namun ternyata dalam hal ini terlalu banyak eksekusi teknisnya yang mengabaikan fungsi regulasi lainnya.

Deddy berpendapat untuk integrasi aglomerasi wilayah Jabodetabek sudah memiliki BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek). BPTJ dibentuk berlandaskan hukum Peraturan Presiden No. 103/2015 yang telah ditetapkan pada 18 September 2015.

“Mengapa tupoksi BPTJ ini tidak dioptimalkan ? Jadi ada fungsi regulatornya di samping MITJ yang berfungsi sebagai operator. Kalau hanya MITJ saja, nantinya berpotensi buat aturan sendiri dan dilaksanakan sendiri,” tekannya.

Sebelumnya, Direktur Utama MRTJ William Sabandar menjabarkan rencana akuisisi KCI belum dapat disampaikan nilainya. Nantinya, MRTJ akan memiliki 51 persen saham dari KCI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper