Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Bisnis Ritel dan UKM China Berjuang Dapatkan Kredit

Tingkat penolakan pinjaman bisnis ritel dan UKM naik pada kuartal akhir 2020.
Lapak pedagang daging sapi dan daging kambing di Pasar Induk Xinfadi, Distrik Fengtai, Kota Beijing. (ANTARA/M. Irfan Ilmie)
Lapak pedagang daging sapi dan daging kambing di Pasar Induk Xinfadi, Distrik Fengtai, Kota Beijing. (ANTARA/M. Irfan Ilmie)

Bisnis.com, JAKARTA - China Beige Book International, penyedia data ekonomi independen menyatakan perusahaan dan industri ritel di negara itu sedang berjuang mengakses kredit di tengah pemulihan yang lemah dalam pengeluaran konsumen.

Tingkat penolakan pinjaman untuk bisnis ritel meningkat menjadi 38 persen pada kuartal terakhir 2020 dari 14 persen pada kuartal sebelumnya. Tingkat penolakan untuk usaha kecil dan menengah naik menjadi 24 persen di kuartal terakhir, dua kali lipat dari tingkat yang diposting oleh perusahaan besar selama periode tersebut.

"Perusahaan besar terus melahap kredit apa pun yang tersedia, menikmati biaya modal yang jauh lebih rendah daripada rekan mereka yang lebih kecil, di samping aplikasi pinjaman yang lebih tinggi dan masih ada penolakan," kata CBBI, dilansir Bloomberg, Selasa (29/12/2020).

Analisis CBBI memberikan gambaran pemulihan ekonomi China yang lebih lemah daripada yang ditunjukkan data resmi, di mana belanja konsumen masih lesu. Hal ini juga menunjukkan hambatan pada upaya Pemerintah China untuk mendorong lebih banyak pinjaman ke bisnis sektor swasta yang lebih kecil dengan menetapkan kuota pinjaman ke bank dan menyediakan pendanaan dengan potongan harga.

Pemulihan pada pendapatan jasa didorong oleh bisnis di bidang telekomunikasi, pengiriman, dan layanan keuangan, tetapi mereka yang berada di industri yang berhadapan dengan konsumen, seperti restoran dan perjalanan, terus tertinggal.

"Jangan tertukar antara pemulihan jasa kuartal keempat dengan narasi 'konsumen China kembali'. Ini adalah pemulihan sektor jasa bisnis, bukan sisi konsumen. Data sektor ritel menunjukkan hal ini dengan lebih jelas, dengan pengeluaran untuk barang tidak tahan lama melorot," kata Direktur Pelaksana CBBI Shehzad Qazi.

Indikator CBBI menunjukkan bahwa harga barang, upah, dan biaya input lainnya telah meningkat sejak kuartal kedua 2020. Hal itu berbeda dengan pengukuran resmi harga produsen dan konsumen, yang menunjukkan deflasi selama sebulan terakhir.

"Inflasi tidak terlalu mengkhawatirkan dibandingkan angka resmi dan menyiratkan lintasan ekonomi yang lebih masuk akal," katanya.

Laporan tersebut didasarkan pada lebih dari 3.400 wawancara dengan para eksekutif perusahaan dan staf bank pada November dan Desember.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper