Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sanksi AS Mengendur, Iran Genjot Produksi Minyak Tahun Depan

Produksi minyak mentah Iran terpangkas hampir setengahnya menjadi 1,9 juta barel sehari sejak Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Republik Islam itu pada 2018 dan memperketat sanksi.
Suasana sidang OPEC di Vienna, Austria, Rabu (30/11)./REUTERS-Heinz-Peter Bader
Suasana sidang OPEC di Vienna, Austria, Rabu (30/11)./REUTERS-Heinz-Peter Bader

Bisnis.com, JAKARTA - Iran mengatakan pihaknya berencana untuk menggandakan produksi minyak di tahun depan karena negara itu mengantisipasi pelonggaran sanksi AS setelah Joe Biden menjadi presiden.

Menteri Perminyakan Bijan Namdar Zanganeh mengatakan kepada anggota parlemen pada Sabtu pekan lalu bahwa pemerintah akan memproduksi 4,5 juta barel kondensat minyak dan gas per hari selama tahun kalender Iran berikutnya yang dimulai pada 21 Maret.

Zanganeh juga mengatakan Iran akan meningkatkan ekspor minyak menjadi 2,3 juta barel per hari asalkan AS meringankan sanksi pada sektor energi.

Jafar Qaderi, seorang anggota parlemen yang duduk di komisi urusan anggaran, mengatakan ekspor yang diproyeksikan mencakup 25 persen dari anggaran Iran untuk tahun yang berakhir Maret 2022. Itu menjadi tanda pemerintah berencana untuk mengurangi ketergantungannya pada pendapatan dari minyak.

Produksi minyak mentah Iran terpangkas hampir setengahnya menjadi 1,9 juta barel sehari sejak Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Republik Islam itu pada 2018 dan memperketat sanksi.

Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, ekspor 2,6 juta barel per hari tiga tahun lalu, turun menjadi hanya 133.000. Hampir semua ekspoe minyak Iran dikirim ke China.

Ekspor ekstra dari Iran akan menyebabkan masalah bagi OPEC+, yang berusaha menekan produksi dan meningkatkan harga dalam menghadapi pandemi virus Corona. Sementara Iran adalah anggota OPEC+, kartel itu telah membebaskannya dari pengurangan produksi karena sanksi dan kesulitan ekonomi.

Biden, yang dijadwalkan untuk dilantik sebagai presiden pada 20 Januari, telah mengisyaratkan ingin membawa AS kembali ke dalam perjanjian yang ditengahi ketika dia menjadi wakil presiden di bawah Barack Obama. Namun, beberapa pedagang meragukan Washington akan cenderung mengizinkan lebih banyak ekspor Iran pada saat permintaan minyak dibatasi oleh virus.

Namun, Mike Muller, kepala Asia untuk Vitol, pedagang minyak independen terbesar dunia, berpandangan ekspor minyak Iran tak akan banyak terkerek tahun depan.

"Ini bukan prioritas bagi AS untuk meringankan sanksi. Kecuali fundamental menjadi begitu ketat sehingga pasar menyerukannya dan sepertinya hal yang benar untuk dilakukan," kataya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper