Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Driver Ojol Tantang Crazy Rich Jepang, Tolak Merger Gojek dan Grab

Asosiasi driver ojol yang menolak rencana merger Gojek dan Grab meminta pemerintah agar turun tangan menjamin nasib para mitra.
Warga mengorder ojek online di Jakarta./Bisnis-Abdurahman
Warga mengorder ojek online di Jakarta./Bisnis-Abdurahman

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi mitra pengemudi ojek online (ojol) masih menunggu kabar sahih soal perkembangan merger Gojek dan Grab. Para mitra bersiap melakukan eskalasi aksi penolakan dari negosiasi hingga aksi massa.

Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia menuturkan pihaknya sedang tunggu kabar valid update mengenai perkembangan proses akuisisi atau merger ini.

"Yang pasti Garda Indonesia tetap menolak keras upaya akuisisi atau merger yang dilakukan oleh Masayoshi Son dari SoftBank Corp. Japan. Investor asing tersebut tidak bisa seenaknya begitu saja melakukan aksi korporasi merger tersebut tanpa melibatkan asosiasi yang menaungi para mitra kerja dari dua korporasi yang akan digabungkan," jelasnya kepada Bisnis.com, Kamis (10/12/2020).

Berdasarkan data Japan's 50 Richest (Juni 2020), Masayoshi Son memiliki kekayaan US$25,1 miliar atau setara Rp354,6 triliun. Kekayaan dari pria keturunan Korea Selatan yang lahir di Jepang ini bertengger di peringkat kedua Negeri Matahari Terbit dan ke-43 di dunia.

Igun bersiap akan lakukan pergerakan persuasif untuk meminta pemerintah agar menjembatani antara Garda sebagai asosiasi dengan investor SoftBank guna menjaga kepentingan para mitra driver dari ancaman gelombang efisiensi berupa pemutusan kemitraan sepihak apabila holding Gojek dan Grab ini terlaksana.

Menurutnya, apabila pendekatan melalui pergerakan persuasif ini tidak juga ditanggapi dan ditindaklanjuti oleh pemerintah, maka pihaknya akan lakukan konsolidasi para mitra pengemudi seluruh Indonesia untuk turun aksi massa mitra pengemudi secara serentak maupun bergelombang.

Dia menegaskan harus ada jaminan konkrit bahwa adanya merger ini ke depannya tidak ada aksi korporasi pemutusan kemitraan sepihak dengan alasan apapun termasuk alasan efisiensi korporasi.

"Kami akan melihat materi dari jaminan konkret tersebut apakah akan dapat tercapai kesepakatan atau tidak. Jika tercapai maka pastinya aksi massa tidak akan kami lanjutkan dan sebaliknya jika tidak tercapai aksi massa dilanjutkan," urainya.

Di sisi lain, mitra pengemudi tidak mempermasalahkan potensi terjadinya monopoli transportasi online di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara.

"Monopoli instrumen pemerintah dalam hal ini KPPU [Komisi Pengawas Persaingan Usaha], yang paling fundamental adalah ancaman pemutusan kemitraan secara sepihak apabila terjadi merger untuk alasan efisiensi korporasi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper