Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Keramik Belum Terdampak Kelangkaan Kontainer

Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) melaporkan bahwa tengah terjadi kemacetan pengapalan ekspor akibat penumpukan kontainer di Singapura dan Tanjung Pelepas.
Kegiatan Bongkar muat kontainer di Pelabuhan Batu Ampar, Selasa (8/9/2020)./Bisnis-Bobi Bani.
Kegiatan Bongkar muat kontainer di Pelabuhan Batu Ampar, Selasa (8/9/2020)./Bisnis-Bobi Bani.

Bisnis.com, JAKARTA — Industri keramik nasional belum mengalami adanya kelangkaan kontainer ekspor sejauh ini. Performa ekspor industri keramik nasional diramalkan akan terus tumbuh hingga akhir 2020.

Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) melaporkan bahwa tengah terjadi kemacetan pengapalan ekspor akibat penumpukan kontainer di Singapura dan Tanjung Pelepas. Kemacetan tersebut baru akan terurai setidaknya pada Maret 2021.

"Kami masih lancar karena negara tujuan kami beda. Untuk [industri] keramik, kami ada lima negara tujuan utama secara meter persegi paling banyak, pertama [adalah] Filipina, lalu Malaysia, Taiwan, Thailand, dan Amerika Serikat," kata Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto kepada Binsis, Kamis (3/12/2020).

Dengan kata lain, negara utama tujuan ekspor industri keramik tidak harus melewati Singapura maupun Tanjung Pelepas lantaran tidak membutuhkan fasilitas kapal mother vessel. Pasalnya, mayoritas negara tujuan industri keramik masih berada di Asia Tenggara dan Asia Timur.

Edy meramalkan pertumbuhan ekspor industri keramik sepanjang 2020 dapat mencapai 30 persen—35 persen secara tahunan. Angka pertumbuhan tersebut merupakan capaian tertinggi sejak 2015.

Edy menuturkan bahwa pertumbuhan volume ekspor industri keramik tumbuh stagnan cenderung melambat sejak 2015. Pasalnya, tarif gas mulai menanjak sejak 2013.

Dengan kata lain, laju pertumbuhan ekspor keramik pada 2020 disebabkan oleh penurunan tarif gas ke level US$6 per MMBtu.

Eddy menyatakan bahwa volume ekspor sepanjang 2020 dapat mencapai sekitar 17 juta meter persegi.

Edy menjelaskan bahwa penurunan tarif gas membuat harga jual pabrikan pun makin kompetitif. Menurutnya, harga jual keramik ekspor turun 6,25 persen secara tahunan dari US$4,16 per kilogram menjadi US$3,90 per kilogram.

"Jadi, secara in term of quality dan desain meningkat, tapi harga jual lebih murah. [Secara] whole package ini menarik sekali," ucapnya.

Oleh karena itu, Edy menargetkan volume keramik ekspor pada 2021 dapat tumbuh setidaknya 23 persen menjadi 21 juta meter persegi pada 2021. Pertumbuhan tersebut salah satunya disebabkan oleh perluasan negara utama tujuan ekspor pabrikan.

Edy menuturkan bahwa negara tersebut adalah Australia yang selama ini dikuasai oleh keramik asal Malaysia. Menurutnya, Australia merupakan salah satu negara yang lepas akibat peningkatan tarif gas pada 2013.

Australia kembali menduduki peringkat delapan pada daftar peringkat negara tujuan ekspor berdasarkan volume pada Januari—September 2020. Secara persentase, volume ekspor keramik ke Australia melesat 48 persen hingga kuartal III/2020.

"Jadi, secara outlook-nya, kami sangat optimistis."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper