Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Perlu Pertimbangkan Naikkan Pungutan Ekspor

Pendanaan tersebut nantinya bsa digunakan untuk keberlangsungan peremajaan kebun sawit swadaya dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin mengatakan Indonesia perlu memberlakukan pungutan ekspor progresif untuk CPO atau membuat perusahaan sawit berkontribusi pada subsidi.

Menurutnya, upaya ini perlu dilakukan demi keberlanjutan program B30 yang memainkan peran sebagai stabilisator harga.

Bustanul mengemukakan bahwa Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) bisa menderita defisit Rp12,2 triliun pada 2021 untuk membiayai program.

Pemerintah mengestimasi pendapatan dari pungutan ekspor pada 2021 mencapai Rp43,15 triliun, sedangkan kebutuhan untuk B30 bisa mencapai Rp55,35 triliun seiring melebarnya selisih harga biodiesel dan solar. Adapun sejak Juni, pemerintah telah mengenakan pungutan ekspor sebesar US$55 per ton terlepas dari berapapun harga CPO.

“BPDP-KS harus berjuang keras agar dapat membiayai program tersebut tahun depan,” kata Bustanul dalam IPOC 2020 yang digelar secara virtual, Rabu (2/12/2020).

Kurangnya dana disebut Bustanul bisa mengancam keberlangsungan peremajaan kebun sawit swadaya mengingat pungutan ekspor tidak hanya dipakai untuk insentif B30, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Tanpa adanya dukungan pendanaan ini, produktivitas bisa menurun.

Dihubungi terpisah, Juru Bicara Kementerian Perdagangan Fithra Faisal Hastiadi mengatakan bahwa upaya diversifikasi pasar akan terus diupayakan agar pasar ekspor CPO Indonesia tidak hanya bertumpu pada konsumen utama seperti China dan India.

Dia mengatakan kawasan Afrika dan Eropa Timur memiliki peluang besar untuk ditingkatkan pangsanya mengingat hambatan dagang yang relatif minim untuk produk CPO.

“Selain itu tentu diversifikasi produk, baik vertikal [CPO dan turunannya] maupun horizontal [berbagai produk] diupayakan karena bagaimana pun tidak bisa terus mengandalkan pada komoditas yang rawan bergejolak,” kata Fithra.

Upaya untuk menaikkan nilai ini pun sejalan dengan kebijakan pengenaan bea keluar pada CPO yang disebut Fithra akan dialokasikan untuk investasi pada program biodiesel dan peremajaan kebun sawit.

Dia pun menyebutkan bahwa pemerintah terus berusaha membuktikan bahwa sawit Indonesia diproduksi dengan mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan.

“Dalam konteks hilirisasi saya kira kita sudah on the track, investasi diarahkan untuk diversifikasi dan perbaikan tata kelola,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper