Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uji Klinis Mahal, GP Jamu Minta Bantuan Kemenperin

Pelaku industri jamu menilai mahalnya biaya uji klinis untuk pengajuan tanaman obat sebagai bahan baku produksi cukup menjadi hambatan karena saat ini postur pengusahanya 60 persen diisi oleh industri kecil.
Aktivitas di pabrik pembuatan jamu Sido Muncul./sidomuncul.co.id
Aktivitas di pabrik pembuatan jamu Sido Muncul./sidomuncul.co.id

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri jamu menilai mahalnya biaya uji klinis untuk pengajuan tanaman obat sebagai bahan baku produksi cukup menjadi hambatan karena saat ini postur pengusahanya 60 persen diisi oleh industri kecil.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Dwi Ranny Pertiwi mengatakan khususnya pada situasi pandemi ini ada sejumlah tanaman di wilayah-wilayah yang berkhasiat membantu mengobati percepatan penyembuhan pasien. Hanya saja, tanaman tersebut belum terdaftar BPOM karena hanya berdasar empiris masa lalu.

"Jadi kami ingin Kementerian Perindustrian membantu mendaftarkan secara langsung tanaman berkhasiat karena untuk mendaftarkan itu minimal harus ada uji klinis yang paling tidak butuh Rp400 juta," katanya Webinar GP Jamu, Senin (30/11/2020).

Selain itu, GP Jamu juga menyoroti kemudahan obat tradisional China yang bisa dengan mudah masuk Rumah Sakit di Indonesia sedangkan pengusaha jamu sendiri cukup sulit melakukan hal tersebut.

Belum lagi, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) saat ini lebih banyak memilih suplemen yang berbahan kimia daripada obat tradisional maupun jamu modern yang juga memiliki khasiat yang sama.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam mengatakan tahun depan pemerintah memang akan mengupayakan sejumlah hal pada terkait dengan pengembangan obat tradisional dan farmasi produksi dalam negeri.

"Kami juga menyadari jangan sampai hanya karena persoalan anggaran kita jadi ketinggalan untuk itu semoga tahun depan kami bisa coba dukung dengan melakukan koordinasi lebih lanjut," katanya.

Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan pedoman Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN khusus untuk farmasi. Dengan begitu, ke depan diharapka obat-obat produksi lokal menjadi prioritas dalam layanan kesehatan.

Selanjutnya, pemerintah juga akan lebih giat menggandeng asosiasi untuk terus menciptakan diskusi-diskusi produksi obat yang bisa dilakukan dan belum karena terhambat uji klinis. Hal itu, sesuai dengan amanat UU Cipta Kerja di mana ketika bahan baku dalam negeri sudah mampu memenuhi maka impor tidak boleh dilakukan.

"Kami juga meminta dukungan data GP Jamu supaya kita bisa bersama-sama mengawal produksi jamu agar dapat disalurkan secara resmi melalui lembaga pemerintah seperti LKPP dan LPSE," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper