Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Kopi Persiapan Tangkal Defisit Produksi 2023

Pabrikan kopi olahan nasional tengah meningkatkan kapasitas untuk menjawab permintaan yang diproyeksi meningkat kendati pasokan bahan baku dari dalam negeri masih dikhawatirkan tidak memadai.
Pengunjung kafe di Beijing, China, mencicipi kopi khas Nusantara. /Antara
Pengunjung kafe di Beijing, China, mencicipi kopi khas Nusantara. /Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEIKI) menyatakan pabrikan kopi olahan nasional tengah meningkatkan kapasitas untuk menjawab permintaan yang diproyeksi meningkat kendati pasokan bahan baku dari dalam negeri masih dikhawatirkan tidak memadai.

Ketua Bidang Kopi Specialty dan Industri AEIKI Moelyono Soesilo mengatakan saat ini pelaku industri kopi olahan enggan untuk melakukan perluasan pasar ekspor. Pasalnya, kebutuhan kopi nasional akan terus meningkat hingga 2023.

"Pabrikan sudah bersiap [menghadapi peningkatan permintaan tersebut]. Sudah disiapkan," katanya kepada Bisnis, Senin (23/11/2020).

Sebelumnya, Moelyono meramalkan pada 2023—2025 konsumsi bubuk kopi akan menjadi dua kali lipat atau meja di sekitar 640.000 ton per tahun. Dengan kata lain, akan ada defisit bubuk kopi sebanyak 240.000 ton sekitar 3—5 tahun mendatang.

Pasalnya, kapasitas terpasang industri penggilingan kopi nasional hanya berkisar 390.000-400.000 ton. Smenetara itu, kapasitasr terpasang industri pemanggangan kopi telah berada di kisaran 690.000-700.000 ton per tahun.

Namun demikian, hanya 50 persen dari total produksi perkebunan kopi nasional yang melalui proses penggilingan. Sementara itu, sekitar hanya 60 persen yang melalui proses pembakaran, sedangkan selebihnya diserap dalam bentuk komoditas.

Adapun, produksi bubuk kopi ritel mendominasi hasil gilingan biji kopi yakni 70% untuk produksi kopi bubuk dengan ampas dan 20% untuk kopi bubuk tanpa ampas. Hanya 10% dari hasil gilingan kopi dialokasikan untuk produksi minuman rasa kopi, permen rasa kopi, dan produk makanan dan minuman lainnya yang berbahan kopi.

Moelyono menyatakan sejauh ini komposisi permintaan kopi olahan dalam negeri mencapai 80 persen dari total permintaan. "Perluasan pasar ekspor kami sudah tidak berani, [karena pasokan biji kopi dari] dalam negeri terbatas sekali," ucapnya.

Oleh karena itu, Moelyono mengatakan pihaknya juga mendorong petani kopi untuk meningkatkan produktivitasnya. Moelyono menargetkan produktivitas petani kopi nasional dapat naik 100 persen pada 2024-2025 menjadi 2 ton per hektar dari posisi saat ini 1-1,1 ton per hektar.

TERBESAR KEEMPAT

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan Indonesia merupakan negara penghasil biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia.

Pada 2019, produksi biji kopi Indonesia mencapai 729.1000 ton, dengan nilai ekspor produk kopi olahan sebesar US$610,89 juta.

Sektor IKM memiliki peran dalam memberikan kontribusi devisa yang cukup signifikan tersebut. Hingga saat ini, tercatat sebanyak 1.204 unit usaha IKM kopi olahan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

"Industri olahan kopi juga turut menjadi pemasok bagi munculnya kedai kopi di Indonesia," katanya.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim mengatakan pihaknya aktif mendorong pengembangan sektor industri untuk meningkatkan daya saing industri kopi olahan nasional. Rochim mencontohkan salah satunya dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia seperti barista, roaster, dan penguji cita rasa (cupper).

"Saat ini, ekspor produk kopi olahan didominasi produk kopi olahan berbasis kopi instan, ekstrak, esens, dan konsentrat kopi yang tersebar ke sejumlah negara tujuan utamanya seperti di kawasan ASEAN, China, dan Uni Emirat Arab,” ujarnya.

Kemenperin mendata ekspor produk kopi olahan pada akhir 2019 tumbuh 5,33 persen menjadi US$610,89 juta. Adapun, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil biji kopi terbesar keempat di dunia, setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia, dengan produksi rata-rata sekitar 773 ribu ton per tahun atau menyumbang 8% dari produksi kopi dunia.

Pada Januari-Juni 2020, neraca perdagangan produk kopi olahan nasional masih mengalami surplus sebesar US$211,05 Juta. "Ekspor dalam masa pandemi Covid-19 ini, kami rasa bisa memotivasi kita semua, mulai dari pihak pemerintah hingga dunia usaha, bahwa peluang masih ada," ucap Rochim.

Rochim menilai Indonesia akan terus menjadi eksportir utama produk kopi olahan karena didukung pula dengan maraknya gaya hidup minum kopi di dunia. Selain itu, lanjutnya, Indonesia yang tadinya dikenal sebagai produsen kopi, juga dikenal sebagai negara konsumen kopi.

Seperti diketahui, perkembangan industri kopi didorong oleh beberapa faktor seperti pertumbuhan kelas menengah, perubahan gaya hidup masyarakat, dan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap kopi lokal. Alhasil, konsumsi kopi olahan di dalam negeri meningkat cukup tinggi.

“Industri pengolahan kopi kemarin tumbuh cukup bagus, dengan adanya banyak kafe. Mudah-mudahan dengan adanya ekspor kopi olahan, bisa menggerakkan ekonomi lagi,” katanya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper